Dia menjelaskan, usulan suntikan modal sebesar Rp 13,56 triliun berasal dari penyesuaian iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa dan berlakunya penyesuaiannya pada Agustus 2019.
"Jadi Pemerintah Pusat menanggung Agustus-Desember dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa plus Pemda yang sebanyak 37 juta jiwa dibayarkan pemerintah pusat untuk sisa tahun 2019," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan demikian BPJS akan mendapatkan cash tambahan Rp 13,56 triliun," tegas Sri Mulyani.
Defisit keuangan BPJS dilaporkan meningkat menjadi Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019, angka itu meningkat dari proyeksi yang sekitar Rp 28 triliun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku, BPJS Kesehatan masih bisa mendapat tambahan dana untuk menambal defisit jika konsisten melaksanakan seluruh rekomendasi hasil audit BPKP. Dana tambahan itu sebesar Rp 5 triliun. Sehingga totalnya tambahan menjadi Rp 18,56 triliun.
Dengan begitu, usulan tambahan modal dari Sri Mulyani mampu menurunkan estimasi defisit keuangan BPJS Kesehatan menjadi sekitar Rp 14 triliun. Untuk menutupi sisa defisit ini, dirinya mengusulkan penyesuaian iuran untuk peserta penerima upah (PPU) pemerintah dalam hal ini PNS, TNI, Polri pada Oktober 2019. Di mana tarifnya menjadi 5% dari take home pay (TKP) maksimal Rp 12 juta. Sedangkan PPU badan usaha berlaku Januari.
Lalu, untuk peserta bukan penerima upah (PPU) untuk kelas 1 iurannya menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa. Kelas 2, usulan Sri Mulyani sebesar Rp 110.000 per bulan per jiwa atau lebih tinggi dari DJSN yang sebesar Rp 75.000 per bulan per jiwa. Kelas 1 usulan Sri Mulyani sebesar Rp 160.000 per bulan per jiwa atau lebih tinggi dari usulan DJSN sebesar Rp 120.000 per bulan per jiwa. Usulan ini diharapkan berlaku pada Januari 2020.
"Karena kalau mengikuti usulan DJSN maka itu hanya surplus di tahun 2020, pada tahun 2021 defisit lagi, itu pun dengan catatan defisit sampai 2019 sudah diselesaikan," jelas dia.
Sri Mulyani mengungkapkan, dengan usulannya tersebut maka pada tahun 2020 bisa menyelesaikan sisa defisit sekitar Rp 14 triliun di tahun 2019. Dengan catatan, usulan penyesuaian untuk PBI pusat dan daerah disetujui mulai Agustus-Desember 2019, sedangkan non PBI pada Januari 2020.
Lalu, usulan penyesuaian PPU pemerintah berlaku pada Oktober 2019 sedangkan PPU badan usaha pada Januari 2020. Di mana, iuran kelas 3 sebesar Rp 42.000, kelas 2 Rp 110.000, dan kelas 3 Rp 160.000.
Berdasarkan hasil dari usulannya tersebut, BPJS Kesehatan surplus Rp 17,2 triliun pada 2020 dan bisa menutup sisa defisit sebesar Rp 14 triliun. Bahkan, keuangan BPJS Kesehatan masih surplus Rp 3 triliun di tahun depan. Surplus keuangan BPJS Kesehatan pun akan semakin besar di tahun berikutnya.
"Untuk 2021, 2022, sampai 2023 proyeksi berdasarkan jumlah peserta dan utilisasi surplus Rp 11,59 triliun untuk 2021, Rp 8 triliun untuk 2022, dan 2023 surplus ke Rp 4,1 triliun," ungkap dia.
"Itu yang kita usulkan sehingga mungkin untuk menyelesaikan situasi hari ini dan memperbaiki dari proyeksi cashflow BPJS," sambungnya.
(hek/fdl)