Ada Perampokan yang Bikin Jiwasraya Defisit Rp 32 T

Ada Perampokan yang Bikin Jiwasraya Defisit Rp 32 T

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 19 Des 2019 18:08 WIB
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sedang menghadapi defisit hingga Rp 32 triliun. Hal ini terjadi karena salah kelola oleh direksi lama yang menempatkan investasi di instrumen saham gorengan.

Menyoroti kasus itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menduga ada aksi perampokan dari internal perusahaan. Ia menuturkan, pada tahun 2016 Jiwasraya memiliki kinerja keuangan yang sehat. Namun, dalam kurun waktu satu tahun perusahaan asuransi pelat merah tersebut defisit besar-besaran.

"Menurut saya terjadi perampokan. Kenapa? Perusahaan yg sangat sehat tahun 2016, 2017 tahu-tahu defisit puluhan triliun di tahun. Berarti ada penyedotan dana yang besar sekali yang terjadi," kata Said usai menghadiri diskusi publik 'Pertamina Sumber Kekacauan?' di restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (19/12/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dia pun membeberkan asal muasal jatuhnya Jiwasraya. Menurutnya, pada krisis keuangan tahun 1998 Jiwasraya memang sudah merugi. Namun, pada pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jiwasraya membaik.

"Kalau dinyatakan terjadi masalah saat Pak SBY betul, karena bawaan krisis 98. Tapi Pak SBY menyelesaikan masalah itu, dan menyerahkan ke pemerintahan selanjutnya dalam kondisi sehat wal afiat," papar Said.

Dia menuturkan, kondisi Jiwasraya pada tahun 2016 sangatlah baik. Meskipun sebelumnya perusahaan juga memiliki utang.

"Tahun 2005 saya masuk ada utang sekitar Rp 6 triliun. Kemudian selesai 2009 dan mulai menjadi sangat sehat, dan kelihatan puncak sehatnya 2016 dengan untung sekian triliun," ungkap dia.


Menurut dia, Jiwasraya tak hanya 'buntung' karena saham gorengan. Ia menduga adanya kebocoran keuangan perusahaan dalam jumlah yang sangat besar.

"Insting saya menyatakan ada tindakan korupsi. Nggak mungkin bocor besar sekali sampai puluhan triliun. Tidak mungkin kalau hanya risiko bisnis terjadi saat itu, karena ekonomi di 2018 biasa-biasa saja kok tidak seperti 98," tutup Said.


(das/das)

Hide Ads