Untuk diketahui, hot money merupakan sumber pendanaan yang mengharuskan peminjamnya untuk melunasi hutang dalam waktu yang cepat, selambatnya satu tahun atau kurang untuk memenuhi kegiatan operasional rutin perusahaan.
Dikutip detikcom, Sabtu (21/12/2019) dalam catatan akhir tahun yang ditulis oleh ekonom perempuan Indef Aviliani, Eisha Maghfiruha Rachbini, dan Esther Sri Astuti dijelaskan bahwa derasnya aliran modal ini justru perlu diwaspadai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, kewaspadaan terhadap potensi pembalikan modal ke luar negeri tetap diperlukan guna mengantisipasi dampak negatif dari hot money tersebut.
Berdasarkan data Bank Indonesia yang dilaporkan pada 18 Desember 2019, Rupiah memang menguat 0,93% (point to point/ptp) dibandingkan dengan level November 2019 sehingga sejak awal tahun, rupiah menguat 2,9% (year to date/ytd).
Menurut Gubernur BI, penguatan Rupiah ini terjadi sebab didukung oleh pasokan valas dari para eksportir dan aliran masuk modal asing yang tetap berlanjut sejalan prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga, daya tarik pasar keuangan domestik yang tetap besar, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang mereda.
Tren penguatan rupiah ini, diprediksi BI akan tetap berlanjut setidaknya tetap stabil sesuai dengan fundamentalnya dan mekanisme pasar yang terjaga.
(fdl/fdl)