100 Hari Kerja Jokowi, Kasus Jiwasraya Dibongkar

100 Hari Kerja Jokowi, Kasus Jiwasraya Dibongkar

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 30 Jan 2020 15:55 WIB
Kantor Pusat Jiwasraya
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta -

Sejumlah skandal perusahaan pelat merah diungkap di 100 hari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu skandal yang diungkap adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Skandal Jiwasraya menjadi sorotan terutama sejak Kementerian BUMN membawa masalah ini ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam catatan detikcom, Kejagung mulanya memastikan adanya praktik korupsi di Jiwasraya. Kejagung menaksir kerugian negara akibat korupsi tersebut mencapai Rp 13,7 triliun.

"Sebagai akibat transaksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sampai Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Hal ini merupakan perkiraan awal. Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin saat jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019).

Saat itu, Kejagung menilai Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam hal berinvestasi. Menurut Burhanuddin, Jiwasraya malah menempatkan 95% dana di saham yang berkinerja buruk dari 22,4% atau senilai Rp 5,7 triliun aset finansial.

Bukan hanya itu, ia juga menduga Jiwasraya tak hati-hati dalam penempatan reksa dana senilai Rp 14,9 triliun. Menurutnya, dari dana tersebut, 98%-nya dikelola manajer investasi dengan kinerja buruk. Saat itu, Kejagung memeriksa 89 orang, namun belum ada tersangka.


Setelah itu, pemeriksaan dilanjutkan oleh BPK. Senada, BPK mengungkap banyak masalah yang ada Jiwasraya. Masalah-masalah yang dimaksud mulai dari investasi asal-asalan hingga adanya konflik kepentingan di manajemen.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan pihaknya telah melakukan 2 kali pemeriksaan terhadap Jiwasraya. Pertama pada 2018, dan kedua 2019. Dalam pemeriksaan pertama itu, BPK mendapatkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional Jiwasraya tahun 2014-2015.

"Temuan- temuan tersebut antara lain investasi terhadap saham TRIO, SUGI, dan LCGP tahun 2014 dan tahun 2015 tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai," kata Agung dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

"PT AJS (Jiwasraya) berpotensi terhadap risiko gagal bayar atau transaksi pembelian MTN dari PT Hanson International dan PT AJS kurang optimal dalam mengawasi reksa dana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham yang tidak langsung di suatu perusahaan yang berkinerja kurang baik," sambungnya.

Agung mengatakan, Jiwasraya membukukan kerugian Rp 13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun. Kerugian itu karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund (COF) yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi yang dilakukan secara masif sejak 2015.

"Dana dari investasi tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksa dana saham yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negative spread. Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar," katanya.

Jiwasraya, kata dia, melakukan investasi langsung pada saham-saham yang tidak liquid dengan harga yang tidak wajar. Manajemen Jiwasraya bersama manajer investasi juga diduga menyembunyikannya pada beberapa reksa dana dengan underlying saham.

"Pemeriksaan BPK sedang menganalisis prediksi atau hipotesis tersebut. Hal ini belum final, harus dicatat. Dan dapat berkembang sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan dalam pemeriksaan BPK selanjutnya," katanya.

Jual beli saham tersebut, kata Agung, diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dan diduga dilakukan dengan mereka yang sengaja, sehingga harga jual beli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya.

"Saham-saham tersebut antara lain adalah BJBR, SMBR, PPRO. Indikasi kerugian sementara akibat transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun," katanya.

Agung menambahkan, pihak-pihak terkait adalah pihak internal Jiwasraya pada tingkat direksi, general manager, dan pihak lain di luar Jiwasraya.

Tak cuma saham, pada posisi per 30 Juni 2018 Jiwasraya juga memiliki sekitar 28 produk reksa dana dan 20 produk reksa dana di atas 90%. Reksa dana tersebut juga sebagian besar dengan underlying saham berkualitas rendah dan tidak likuid.

Dalam investasi reksa dana BPK menemukan penyimpangan. Pertama, analisis manajer investasi dari Jiwasraya dalam rencana subscription reksa dana tidak dilakukan secara memadai dan diduga dibuat secara pro forma agar manajer investasi terlihat seolah-olah memiliki kinerja yang baik. Hal itu dilakukan agar dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk menempatkan investasi.

"Investasi reksa dana memiliki underlying saham-saham dan MTN berkualitas rendah, dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi. Di antara saham-saham dan MTN tersebut adalah merupakan arahan dari Jiwasraya yang seharusnya tidak dilakukan oleh Jiwasraya selaku investor. Indikasi kerugian sementara akibat penurunan nilai saham pada reksa dana ini diperkirakan sekitar Rp 6,4 triliun," tuturnya.

Tak lama, beberapa orang yang terkait skandal Jiwasraya ditahan Kejagung. Mereka ialah Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro, eks Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, Eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

"Ini adalah kelanjutan proses penyidikan yang kita lakukan sesuai dengan usul dari tim penyidik maka para tersangka dilakukan penahanan di rutan," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman di kantornya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (14/1/2020).

Namun, saat itu Adi belum menjelaskan dugaan tindak pidana dalam kaitan penyimpangan investasi dan pembelian saham oleh PT Jiwasraya. Adi pun tidak menyebut jumlah kerugian keuangan negara dari kasus ini.

"Begini, itu kan masih proses substansi. Kalau ditanya berapa kerugian negara, ini yang sedang kami susun. Kami sedang bekerja untuk meluruskan itu semua," tutur Adi.

Meski begitu, Menteri BUMN Erick Thohir sempat berkomentar mengenai penahanan salah satu tersangka yakni Benny Tjokro.

"Kami mengapresiasi pihak BPK yang sudah melakukan investigasi dan juga pihak kejaksaan yang secara cepat dan responsif menangani kasus ini," katanya dalam keterangan tertulis.

Menurutnya, tindakan tegas dan tak pandang bulu penting untuk menyikapi kasus Jiwasraya. Hal ini sekaligus untuk mengembalikan kepercayaan publik.

"Tindakan tegas dan tak pandang bulu pada kasus Jiwasraya sangat penting dalam mencapai keadilan sekaligus mengembalikan kepercayaan publik pada korporasi. Pengusutan kasus di masa lalu itu sekaligus penataan korporasi untuk hari ini dan masa depan yang semakin baik," paparnya.

Hingga saat ini, penyelesaian masalah hukum Jiwasraya masih berjalan. Sementara, Kementerian BUMN tengah mencari cara untuk menyehatkan Jiwasraya serta mengembalikan dana nasabah.



Simak Video "Video: Kejagung Ungkap Cara Jiwasraya Manipulasi Kerugian"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads