PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk telah menyusun dan mengimplementasikan berbagai strategi berkelanjutan agar tetap tumbuh di tengah kondisi pandemi COVID-19. Adapun strategi yang telah disusun oleh Bank BRI salah satunya terkait pengelolaan likuiditas perusahaan.
Direktur Keuangan Bank BRI Haru Koesmahargyo mengungkapkan, perseroan berupaya menjaga likuiditas dalam kondisi ideal, di mana hal tersebut tercermin dari rasio Liquidity Coverage Ratio BRI (LCR) pada Maret 2020 berada di angka ±230%.
"Angka tersebut masih di atas ketentuan OJK yang menetapkan bahwa LCR Bank minimal dijaga sebesar 100," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (21/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haru menjelaskan, BRI akan mendapatkan tambahan likuiditas hingga Rp 17 triliun setelah Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional per tanggal 1 Mei 2020.
"Penambahan ini tentunya akan memperkuat kecukupan likuiditas BRI di tengah kondisi yang menantang," paparnya.
BRI tetap aktif dalam mencari sumber likuiditas lainnya untuk diversifikasi pendanaan baik melalui penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non DPK.
"BRI dapat melakukan akses funding Non DPK jangka pendek seperti repo dan pinjaman antar bank, sementara itu untuk jangka panjang penerbitan obligasi dan pinjaman dapat menjadi pilihan namun tetap dengan memperhatikan biaya yang efisien," pungkasnya.
Pada 12 April yang lalu, perseroan telah membayarkan Obligasi Berkelanjutan II Bank BRI TAHAP II TAHUN 2017 SERI B dengan kupon 8.1% yang jatuh tempo sebesar Rp 1,74 T pada 12 April 2020, dimana likuiditas untuk pembayaran Obligasi tersebut bersumber dari aset likuid BRI (HQLA).
(prf/ega)