Kondisi Bank di Indonesia saat Corona Merajalela

Kondisi Bank di Indonesia saat Corona Merajalela

Soraya Novika - detikFinance
Sabtu, 20 Jun 2020 12:30 WIB
Seorang karyawan sedang melihat pergerakan saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, di Jakarta, Senin (8/6). Sepanjang sepekan kemarin, emiten bersandi saham BBTN tersebut mencatatkan kenaikan saham sebesar 38,82% dari Rp760 per lembar saham pada pembukaan perdagangan Selasa (2/6) menjadi Rp1.055 pada penutupan perdagangan Jumat (5/6). Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja dan Silvony Gathrie menjelaskan bisnis BTN di segmen KPR Subsidi masih akan terus tumbuh di tengah pandemi Covid-19 didukung oleh cadangan keuangan yang kuat disamping  adanya tambahan kuota Subsidi Selisih Bunga (SSB) dari Pemerintah. Disamping itu bakal beroperasinya BP Tapera setelah Presiden Joko Widodo menandatangani PP bakal berdampak positif bagi kinerja Bank BTN.
Foto: dok. Bank BTN
Jakarta -

Vice President Economist Bank Permata Josua Pardede menyampaikan kondisi perbankan selama dihantam virus Corona (COVID-19) masih relatif kuat dibanding sektor lainnya. Lantaran, dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) maupun Liquid Assets Ratio (LAR) perbankan masih tertopang dengan baik.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan riset Bank Permata, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan masih berada di level 18,93% hingga Maret 2020. Begitu juga dengan rasio kredit terhadap DPK masih berada di level 89,66% dan LAR perbankan terlihat di level 15,78%.

"Kalau kita lihat secara umum, kondisi perbankan masih kuat kalau kita lihat dari sisi permodalan, lalu dari sisi LDR ataupun liquid assets ratio-nya ini relatif semua indikator menunjukkan sektor perbankan ini masih relatif kuat," kata Josua dalam dalam diskusi Dialogue Kita Edisi Juni 2020, Jumat (19/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demikian pula posisi pertumbuhan kredit hingga April 2020, terpantau masih cukup baik, di level 8,08%. Begitu juga pertumbuhan DPK masih dapat tumbuh hingga 5,73%. Meski begitu, ia mewanti-wanti bahwa perlambatan perbankan baru akan terlihat sekitar satu hingga dua kuartal setelah perlambatan ekonomi.

"Kan biasanya kalau perekonomian melambat di kuartal I biasanya kemampuan atau kualitas kredit itu mulai kelihatan menurun di sekitar 1-2 kuartal paling lambat," paparnya.

ADVERTISEMENT

Padahal, kekuatan perbankan dalam masa pandemi ini sangat penting, karena hanya perbankan yang dapat mendukung kembali pembiayaan, baik untuk sektor UMKM maupun non-UMKM.

"Kami lihat juga di sini adalah permintaan kredit yang indikasinya mulai menurun, bisa dilihat dari access likuiditas perbankan yang ditempatkan di instrumen BI, lalu kita lihat LDR tadi, dan di sisi lain dari PDB-nya sendiri ekonomi yang melemah itu terindikasi juga dari inflasi yang relatif rendah dari sisi permintaan sehingga makanya permintaan kredit pun mulai melemah sejak PSBB," tuturnya.

Meski begitu, ia melihat bantuan pemerintah dalam program pemulihan ekonomi nasional dianggap mampu mencegah perlambatan perbankan yang dikhawatirkan tersebut.

"Kemarin BI menurunkan suku bunga. Diperkirakan ini dapat terus mendukung likuiditas yang tetap," tandasnya.


Hide Ads