Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) buka suara terkait dengan bocornya dokumen intelijen AS, Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), yang kemudian disebut "FinCEN Files" ke publik. Dalam dokumen itu, ada 496 transaksi mencurigakan melalui bank-bank besar RI termasuk 2 di antaranya bank Himbara yang mengalirkan dana triliunan rupiah keluar masuk Indonesia.
Menanggapi bocoran dokumen tersebut, Himbara memastikan pihaknya senantiasa patuh melaporkan setiap transaksi keuangannya termasuk transaksi mencurigakan tersebut kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Pelaporan transaksi nasabah bank, telah diatur dalam Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (UU APU PPT) di mana antara lain diatur bahwa Penyedia Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang memenuhi kriteria tertentu termasuk transaksi keuangan mencurigakan (Suspicious Transaction) kepada PPATK," ujar Ketua Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso kepada detikcom, Selasa (22/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih terikat dengan UU APU PPT tadi, Sunarso mengaku tak bisa membocorkan transaksi mencurigakan apa saja yang terjadi di seluruh bank Himbara termasuk yang dicatat FinCEN Files tersebut.
"Selanjutnya berdasarkan UU APU PPT tersebut, juga ditetapkan bahwa Direksi, Komisaris, Pengurus atau Pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun, mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK," sambungnya.
Meski begitu, pihaknya siap untuk memenuhi kewajiban pelaporan kembali terkait temuan FinCEN Files tersebut kepada PPATK.
"Bank-bank Himbara senantiasa berkomitmen untuk memenuhi kewajiban pelaporan dimaksud kepada Regulator (PPATK) sesuai ketentuan yang berlaku, dan memastikan bahwa seluruh transaksi perbankan mengikuti ketentuan otoritas, baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PPATK, serta selaras dengan international best practices dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)," pungkasnya.
(zlf/zlf)