Hitung-hitungan yang Bikin Iuran BPJS Kesehatan Bisa Naik

Hitung-hitungan yang Bikin Iuran BPJS Kesehatan Bisa Naik

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 24 Nov 2020 19:45 WIB
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan. Hasilnya, kenaikan iuran BPJS dibatalkan.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sedang mengkaji tarif baru iuran BPJS Kesehatan. Tarif itu untuk kelas standar yang akan diterapkan 2022, di mana tidak ada lagi sistem kelas 1, 2, dan 3, yang selama ini berjalan.

Anggota DJSN Muttaqien mengatakan besaran iuran baru BPJS Kesehatan masih sedang dikaji sehingga belum bisa diketahui apakah tarif akan naik atau turun. Pihaknya masih membuat beberapa simulasi dan menarik data yang ada di BPJS Kesehatan.

"Untuk penyesuaian iuran sampai sekarang masih dikaji tim pemerintah. Sekarang tahap pengambilan data, verifikasi, pengolahan data BPJS Kesehatan. Jadi sekarang belum bisa diberi kesimpulan akan naik atau turun," kata Muttaqien kepada detikcom, Selasa (24/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dasar perhitungan iuran BPJS Kesehatan yang baru akan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (KDK), rawat inap kelas standar, kemampuan membayar, inflasi kesehatan, dan perbaikan tata kelola JKN.

"Berdasarkan pada 3 input kebijakan yang akan mempengaruhi penyesuaian iuran, yaitu kebutuhan dasar kebijakan, kelas rawat inap JKN, dan penyesuaian tarif INA-CBGs dan kapitasi," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Setelah itu, tahap selanjutnya akan dilakukan simulasi dan estimasi kemampuan membayar masyarakat pada hasil besaran iuran. Selanjutnya baru pada finalisasi untuk besaran iuran agar bisa diterapkan di 2022.

"Mengingat kesepakatan KDK dan kelas standar JKN akan dilakukan 2022, maka iuran (BPJS Kesehatan) 2021 tetap mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020," jelasnya.

Lanjut ke halaman berikutnya>>>

Secara terpisah, Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengatakan telah melakukan forum group disccussion (FGD) dengan berbagai rumah sakit swasta maupun pemerintah. Hasilnya, 72% RS setuju, 16% RS tidak setuju, dan 12% tidak tahu.

"Yang belum menyetujui, karena agak concern dengan kesiapan infrastruktur dan harus melakukan petahapan secara baik. Sementara yang 12% tidak tahu akan dipebaiki dengan konsultasi publik," ujar Tubagus dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2020).


Hide Ads