Jakarta -
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sudah menyiapkan strategi yang menjadi jurus membuat masyarakat Indonesia melek pasar keuangan.
Industri pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami banyak perubahan, tidak hanya jumlah emiten, melainkan jumlah investor. Hal ini menjadi bukti bahwa perkembangan pasar modal di tanah air sudah semakin cepat.
Sepanjang tahun 2020, jumlah investor di pasar modal Indonesia sendiri, yang terdiri atas investor saham, obligasi, maupun reksadana, mengalami peningkatan sebesar 56% mencapai 3,87 juta Single Investor Identification (SID) dengan jumlah investor institusi di atas 30 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, pemerintah tengah berupaya bagaimana mendorong penguatan peran investor institusi domestik atau lokal dalam rangka pendalaman finansial, instrumen saham dan Surat Berharga Negara (SBN) di tengah badai pandemi COVID-19.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan, Deni Ridwan mengatakan terus berupaya meningkatkan partisipasi investor domestik pada pasar SBN melalui tiga jurus atau strategi dalam pengembangan pasar yakni demand, supply dan infrastruktur.
Tak hanya itu, dikatakan Deni, koordinasi yang erat harus dijalankan bersama antara Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Pada sisi demand terus meningkatkan basis investor, akses dan literasi dan untuk produk pengembangan struktur produk," kata Deni dalam webinar InfobankTalkNews 'Peran Investor Institusi Lokal dalam Rangka Pendalaman Pasar Finansial Instrumen Saham dan SBN, Rabu (10/3/2021).
Lanjut halaman berikutnya.
Untuk infrastruktur ke depan juga terus ditingkatkan bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) salah satunya mereview atas peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan pengelolaan SBN diantaranya pengembangan pasar repo, kebijakan perpajakan hingga pengembangan ETP terintegrasi.
"Sudah keluar di perpajakan aturannya dia PPh obligasi itu akan diturunkan dari 20% jadi 10% berlaku di Agustus," jelasnya.
Terakhir, lanjut dia, adalah supply dengan melakukan diversifikasi instrumen SBN melalui pengembangan skema yang sesuai dengan kebutuhan investor dalam negeri. Dengan semua skema tersebut diharap semakin menarik investor domestik untuk berinvestasi.
Sementara itu, Roy Sembel, profesor keuangan dan investasi
IPMI International Business School, mengatakan investor institusi bisa berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat, terkait pentingnya investasi jangka panjang. Dengan orientasi investasi jangka panjang di masyarakat, pasar tidak mudah bergejolak, ketika asing menarik dananya secara besar-besaran.
"Untuk financial deepening di pasar modal khususnya untuk instrumental saham dan surat berharga negara, dibutuhkan investor yang stabil (here to stay) berinvestasi jangka panjang dan memiliki dana besar serta berperan untuk Market Education. Investor yang cocok dengan ciri itu adalah investor institusi lokal," kata Roy.
Sedangkan Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto mengatakan, keberadaan investor lokal khususnya investor institusi dirasakan penting untuk menjaga stabilitas sektor finansial, khususnya pasar modal.
Investor institusi, menurut dia dapat menggairahkan pasar modal Indonesia, tanpa kehadiran investor institusi maka pasar modal indonesia sulit berkembang karena penggerak pasar adalah investor institusi.
"Investor institusional punya peran besar dalam menggerakan pasar modal, dan itu penting buat pendalaman sektor finansial," kata Eko.
Begitupun di pasar SBN, Eko menjelaskan peran investor institusi juga sangat besar, khususnya dalam membantu pemerintah untuk menutup defisit APBN.
Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan, posisi kepemilikan SBN rupiah yang dapat diperdagangkan per 1 Maret 2021 untuk Asuransi dan Dapen di SUN mencapai Rp 424,82 triliun dan SBSN mencapai Rp 146,56 triliun. Sementara reksadana di SUN mencapai Rp 108,21 triliun dan di SBSN mencapai Rp 56,79 triliun.