Sama seperti tahun 2020, tahun ini pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji.
Alasannya karena pandemi COVID-19 belum selesai di banyak negara termasuk Arab Saudi. Hal ini disebut dapat mengancam keselamatan jemaah.
Jika tak ada keberangkatan, apakah dana haji bisa di-refund? Jawabannya bisa, begini caranya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum melakukan pembatalan, yang harus diperhatikan adalah jemaah tak akan mendapatkan lagi prioritas keberangkatan tahun berikutnya jika membatalkan pendaftaran.
Ketua Umum Serikat Penyelenggaraan Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menyebut, total uang tidak dapat kesempatan tahun berikutnya.
"Jika hanya pelunasan (yang dibatalkan) masih ada prioritas berangkat tahun berikutnya," kata dia.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi calon jemaah untuk pembatalan. Misalnya calon jemaah mengajukan ke Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dengan surat pernyataannya. Kemudian, calon jemaah juga mesti membawa dokumen yakni fotocopy kartu keluarga (KK), KTP, surat nikah jika bersuami atau istri, dan rekening dalam bentuk dolar Amerika Serikat (US$) atau rupiah.
Kemudian surat akan dikirim ke Kementerian Agama untuk dibuatkan surat keterangan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) agar mencairkan dana pembatalan dari calon jemaah haji ke PIHK.
Ketiga, setelah uang masuk maka PIHK akan mengirimkan uang ke jemaah setelah dipotong biaya-biaya yang diperlukan. Dia menuturkan, pemotongan itu variatif dari masing-masing PIKH dengan minimum US$ 300. "Pemotongan tergantung berapa besar biaya yang sudah dikeluarkan oleh PIHK masing, paling rendah US$ 300/orang," ujarnya.
Ia mengatakan, proses pengembalian dana ke calon nasabah ini ialah 7 hari kerja. "Peraturannya 7 hari kerja," ungkapnya.
Dia menambahkan, untuk calon jemaah haji reguler pengurusannya dilakukan di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama masing-masing provinsi. "Bisa (dibatalkan) tapi melalui Kanwil Kemenag di provinsi masing-masing," ujarnya.
(kil/das)