Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai bagi pihak yang tidak mengerti dunia investasi pasti menganggap seolah-olah investasi di surat berharga itu berutang dan jika hasilnya tidak memuaskan, maka banyak pelanggaran. Reza mengatakan hal ini menanggapi kasus investasi PT Asuransi Jiwasraya yang sedang bergulir di persidangan.
"Padahal kan kalau melihat seperti itu apapun namanya transaksi pasti ada potensi pelanggaran. Tapi jangan dianggap bahwa yang namanya transaksi atau investasi itu melanggar. Jadi tidak bisa serta merta kita katakan berinvestasi di surat berharga atau saham itu melanggar hukum. Karena kan yang namanya investasi tidak melanggar hukum, sepanjang berinvestasi sesuai dengan koridornya," kata Reza di Jakarta, dalam keterangan tertulis, Jumat 18 Juni 2021.
Menurutnya dalam pengelolaan dana itu ada yang namanya standar operasional prosedur. Hal itu yang harus dilihat lagi oleh pihak Kejaksaan. Jika penanganan kasus ini disamaratakan, maka yang ada investor jadi takut untuk berinvestasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitupun dengan proses penyitaan aset yang tak terkait perkara, Reza mengkhawatirkan akan mempengaruhi presentasi buruk juga buat investor ke depannya. "Kayak tadi misalkan, anggaplah perusahaan A terindikasi terlibat dalam penyelewengan dana Jiwasraya. Nah orang kan jadi takut untuk buka rekening atau beli produk Reksadananya di manager investasi A ini. Padahal perusahaannya itu nggak ada masalah, jadi pelaku pasar akan khawatir dan takut untuk berinvestasi," tuturnya
Sementara itu dalam sidang satu terdakwa kasus korupsi investasi Asuransi Jiwasraya, Piter Rasiman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (16/6/2021), Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak bisa menghadirkan bukti transaksi aliran dana terkait korupsi, hingga terungkap fakta repurchase agreement (Repo) juga sudah dibayarkan jauh sebelum munculnya kasus rasuah tersebut.
Sebagai informasi, dalam sidang tersebut para saksi yang dihadirkan JPU antara lain Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan, Joko Hartono Tirto, Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro. Seperti yang disampaikan saksi Hendrisman Rahim. Kata dia, kebijakan investasi saham sudah dilakukan korporasi sebelum dirinya menjabat Direktur Utama Jiwasraya 2008-2018. Termasuk investasi di luar saham LQ45.
"Ya boleh saja pak, karena sudah di analisa divisi Investasi yang sudah dirapatkan di komite investasi secara berjenjang," kata Hendrisman menjawab pertanyaan dari JPU.
Hendrisman pun beralasan pembelian saham di luar LQ45 itu dilakukan karena kondisi Jiwasraya kala itu sudah tidak softable lagi. "Perusahaan kekurangan dana Rp 6,7 triliun, dan harusnya ada kewajiban pemerintah untuk menambah dana tersebut. Tapi pada waktu itu pemerintah tidak punya uang, dan meminta kita untuk tetap menjalankan perusahaan ini supaya bisa survive tanpa melanggar undang-undang," ucapnya.
"Sehingga kita lakukan supaya perusahaan bisa survive tentu yang sudah disetujui para pemegang saham."
Ia juga menjelaskan di hadapan JPU, prinsip berinvestasi saham itu high risk high return. Hendrisman pun menegaskan jika kebijakan berinvestasi saham itu tidak diambil, maka perusahaan akan bangkrut lebih cepat.
"Pasca investasi tersebut, dari laporan keuangan yang setiap tahunnya saya terima memang ada naik turunnya tapi pada akhir tahun semuanya menguntungkan pak. Menguntungkan uang pak, kalau gak ada uang darimana bayar klaim pak. Uangnya pun ada dalam rekening Jiwasraya," ujarnya.