Pakar Hukum Buka Suara Soal Hasil Audit Jiwasraya-Asabri

Pakar Hukum Buka Suara Soal Hasil Audit Jiwasraya-Asabri

Tim detikcom - detikFinance
Selasa, 29 Jun 2021 14:41 WIB
Logo asuransi Jiwasraya di Jl Rasuna Said
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Mantan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen, meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) transparan dalam mengaudit kerugian negara dalam kasus PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero).

Sebab muncul kabar adanya hasil audit ganda hingga tidak adanya rekomendasi pemeriksaan terhadap salah satu grup usaha yang juga terlibat.

"Isu laporan audit ganda oleh BPK tersebut harus bisa diungkap oleh penegak hukum secara faktual agar tidak menjadi liar. Sebab kasus Jiwasraya dan Asabri menurut saya masih akan panjang, waktu akan bicara, dan kebenaran tidak akan pernah dikalahkan oleh perbuatan jahat," ujar Halius dalam keterangan tertulis, Selasa (29/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Halius menambahkan, peran para kuasa hukum menjadi sangat penting dalam melakukan penilaian secara proporsional, terutama terkait dengan status aset yang disita sebagai barang bukti. Tentunya, kata dia, dengan menghormati sepenuhnya keputusan yang telah ditetapkan oleh majelis hakim.

Sebelumnya, tersangka Benny Tjokrosaputro pernah menyebut bahwa Jiwasraya banyak bertransaksi dengan saham-saham Grup Bakrie, terutama sebelum 2008. Benny pun mempertanyakan mengapa mereka tidak disidik, padahal jika diperhitungkan jumlah kepemilikan saham Jiwasraya di Grup Bakrie, jauh lebih besar dibandingkan perusahaan yang dikendalikannya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, BPK sebagai garda penting dalam barisan yang mendukung penegakan hukum harus independen.

"Kalau sistem audit yang digunakan BPK saat ini sudah tidak mampu menjadikannya (independen). Saya mendorong untuk dilakukan revisi pada sistem audit BPK sehingga dapat menutup rapat semua celah baik, internal maupun eksternal bermain," kata dia.

Sementara, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan bahwa BPK merupakan lembaga negara yang tidak tunduk pada rezim yang berkuasa. Menurutnya, seharusnya semua hasil pekerjaan auditnya didasarkan pada keadaan riil.

"Jika ternyata ditemukan indikasi adanya penyimpangan dari pekerjaannya, maka itu bisa menjadi alat untuk menghukum personilnya beserta pimpinannya karena lengah dalam melakukan pengawasan," kata Fickar.

Menurutnya, jika ditemukan adanya dua laporan yang berbeda, maka harus dilakukan investigasi untuk menentukan mana yang benar.

"Rakyat langsung maupun melalui DPR bisa mempersoalkannya. Lebih jauh jika ditemukan alat bukti, bisa dipidanakan," kata dia.




(ang/ang)

Hide Ads