Buka-bukaan Bos OJK soal Bunga Kredit Sulit Turun hingga Dampak PPKM

Buka-bukaan Bos OJK soal Bunga Kredit Sulit Turun hingga Dampak PPKM

Zulfi Suhendra - detikFinance
Minggu, 08 Agu 2021 16:14 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Foto: Agus Dwi Nugroho / 20detik

Sejauh mana OJK memandang insentif berupa restrukturisasi kredit bagi debitur yang bisnisnya terdampak pandemi diperlukan oleh perbankan?


Kebijakan restrukturisasi kredit direspons cukup baik oleh sektor riil maupun perbankan karena memberikan kesempatan atau ruang kepada debitur maupun perbankan untuk mengatur kondisi keuangan setelah terkena dampak pandemi. Perbankan melaksanakan restrukturisasi kredit dalam koridor POJK Nomor 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembatasan mobilitas masyarakat akibat meningkatnya angka yang terpapar Covid-19 (rata-rata harian si atas 20 ribu kasus) sekarang ini bisa menyebabkan upaya pemulihan ekonomi yang dijalankan pemerintah terhambat, sehingga terdapat potensi untuk melakukan perpanjangan lanjutan restrukturisasi kredit di sektor perbankan maupun IKNB. Langkah perpanjangan restrukturisasi ditempuh untuk memenuhi kepentingan semua pihak, yaitu pemerintah, otoritas, perbankan, dunia usaha dan masyarakat luas yang sedang secara bersama-sama bekerja keras mendorong pemulihan ekonomi nasional.

OJK juga mengingatkan perbankan untuk tetap senantiasa memelihara rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang memadai sebagai antisipasi menuju ke fase normalisasi.

ADVERTISEMENT

Pada pekan lalu, salah satu e-commerce terbesar di Indonesia. Bukalapak resmi melantai dan menjadi emiten di BEI. Perihal hal tersebut, bagaimanakah pandangan dan optimisme OJK untuk prospek pengembangan pasar modal ke depan? Mengingat selain Bukalapak juga beredar kabar bahwa sejumlah raksasa teknologi lainnya. seperti Gojek-Tokopedia, Traveloka, hingga J&T Express juga mengkaji opsi listing di BEI?

Perkembangan IPO di pasar modal menunjukkan optimisme sektor riil untuk masuk ke pasar modal. Terdapat multiplier effect dari IPO, dimana issuer akan menginvestasikan kembali dana IPO untuk pengembangan usaha atau ekspansi usaha.

Dalam hal ini, OJK sangat memandang baik dan mendukung pengembangan pasar modal melalui IPO tersebut, khususnya karena potensi ekonomi Indonesia besar sekali dan belum tergarap dengan maksimal, demand masyarakat sangat besar, basis demografi populasi yang besar (272 juta penduduk), dan ketimpangan pembangunan dan investasi di daerah-daerah yang perlu dikelola dengan baik.

Bukalapak merupakan salah satu dari beberapa perusahaan rintisan (startup) di Indonesia berstatus unicorn dan decacorn yang mempertimbangkan IPO, khususnya sejak pertengahan tahun.

Dari beberapa rencana tersebut, perusahaan startup yang akhirnya berhasil melakukan IPO adalah PT Bukalapak yang melepas sahamnya sebanyak 25,7 miliar saham dengan total nilai Penawaran Umum Perdana sebesar Rp21,9 triliun.

Kondisi ini tidak lepas dari meningkatnya minat masyarakat yang mencari alternatif investasi selain perbankan. Hal ini tercermin dari jumlah investor ritel masih terus mengalami peningkatan menjadi 5,82 juta investor per Juli-21, didukung peningkatan frekuensi transaksi saham terutama pada akhir Juli-21.

Masuknya unicorn dan decacorn ke bursa saham domestik tentu akan berpotensi mendongkrak market cap saham emiten di BEI dan menarik lebih banyak investor, termasuk investor asing. Masuknya perusahaan-perusahaan startup tersebut juga diprediksi bakal lebih menggairahkan perdagangan saham di bursa dalam negeri.

Dengan adanya IPO dan listing sejumlah saham emiten berbasis digital bahkan salah satunya adalah perusahaan raksasa digital, apakah OJK ada arahan khusus kepada manajemen BEI terkait perubahan regulasi yang lebih mengakomodasi akselerasi perkembangan di pasar modal ke depan?

Masing-masing calon emiten dipersilakan berkonsultasi atau berdiskusi dengan SRO, dalam hal ini Bursa Efek Indonesia. OJK juga terbuka menerima masukan. Ke depannya, memperhatikan manfaat strategis bagi perekonomian, rencana perusahaan-perusahaan unicorn/decacorn tersebut untuk melakukan IPO di Indonesia tentu saja dapat didukung, khususnya agar tidak beralih ke bursa luar negeri dan investor domestik dapat menikmati manfaat dari kepemilikan saham di perusahaan inovatif dan berteknologi maju tersebut.

OJK bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia sedang menyiapkan regulasi yang sesuai dengan karakteristik unicorn/decacorn tersebut, khususnya bagi unicorn/decacorn yang menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk berbasis new economy, yang dapat meningkatkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta memiliki kemanfaatan sosial yang luas.

Mengapa suku bunga kredit sulit untuk turun lebih rendah? Bagaimana tanggapan OJK mengenai NIM relatif masih besar meski kredit tumbuh kecil?


Sejatinya suku bunga sudah bergerak turun baik untuk simpanan maupun kredit. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) overnight dan suku bunga 1 bulan deposito perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 153 bps dan 209 bps sejak Mei 2020 menjadi 2,79% dan 3,60% pada Mei 2021. Di pasar kredit, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, yaitu menurun sebesar 169 bps sejak Mei 2020 menjadi 8,86% pada Mei 2021. Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) menjadi pendorong utama penurunan SBDK. Di sisi lain, premi risiko perbankan menunjukkan penurunan, yang mengindikasikan persepsi risiko perbankan terhadap dunia usaha cenderung membaik.

Penurunan premi risiko tersebut mendorong penurunan suku bunga kredit baru di hampir semua kelompok bank. Berdasarkan jenis kredit, penurunan suku bunga kredit baru paling dalam terjadi pada jenis kredit mikro, diikuti kredit investasi dan modal kerja. Terkait Net Interest Margin (NIM) yang masih relatif masih tinggi menurut persepsi masyarakat, sebetulnya hal itu merupakan mekanisme pasar perbankan. Dengan semakin tingginya literasi keuangan masyarakat, diharapkan masyarakat akan memilih bank yang memberikan layanan yang lebih berkualitas daripada iming-iming suku bunga. Suku bunga kredit yang kompetitif (lebih rendah dibanding bank-bank pesaing) akan menjadi faktor utama menarik debitur yang pada gilirannya akan menekan bank untuk menurunkan NIM. Penurunan NIM harus diikuti dengan peningkatan efisiensi operasional sebagai kompensasinya sehingga bottomline (net profit) bank tetap terjaga baik.

Efisiensi operasional bisa dilakukan dengan mengubah cara kerja bank melalui transformasi digitalnya. Paralel dengan itu, di masa pandemic ini diperlukan upaya cerdas untuk mendorong kenaikan fee based income (pendapatan non bunga) melalui layanan digital transactional banking.

Berdasarkan kelompok Bank, BUMN yang paling besar menaikkan margin keuntungan selama periode Maret-Mei 2021, sedangkan seharusnya BUMN berperan sebagai agen pembangunan, belum lagi dengan target dividen yang terlampau tinggi yang sepertinya tidak sejalan dengan konsep sharing the pain. Apakah akan ada kebijakan khusus dari OJK untuk mendorong penyaluran kredit perbankan di masa pandemi ini, terutama untuk Bank BUMN?

Istilah yang benar bukan bank menaikkan NIM, melainkan kecakapan bank dalam mengelola pendapatan bunga dengan beban bunga yang menyebabkan NIM terkesan naik. Kami tahu setiap individual bank harus menjaga NIM pada level tertentu untuk dapat mempertahankan kinerjanya. Terkait deviden Bank BUMN, hal itu menjadi domain pemegang saham. Terkait dorongan penyaluran kredit di masa pandemi, OJK senantiasa melakukan komunikasi kepada perbankan bagaimana mendorong fungsi intermediasi secara ekstra hati-hati. OJK tidak bisa memaksakan bank-bank harus melakukan ekspansi kredit karena semua terpulang kembali kepada policy setiap bank.

Pemegang saham lebih memiliki concern untuk memberikan guidance supaya bank tetap menyalurkan kredit di masa pandemi dengan koridor prudensial yang tinggi. Kami meyakini, jika kondisi herd immunity sebagai wujud keberhasilan program vaksinasi dan prokes (6M dan 3T) yang ketat, diikuti pembukaan ekonomi dan mobilitas masyarakat, maka dengan sendirinya permintaan kredit akan meningkat. Jadi ini hanya masalah waktu saja.

Bagaimana dukungan OJK untuk pembiayaan sektor UMKM? OJK terus berupaya dan mencari solusi terbaik dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), antara lain melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan di masyarakat. Peningkatan literasi dan inklusi keuangan, diyakini bisa mengembangkan UMKM karena pelaku UMKM dapat lebih memahami konsep dasar dari produk keuangan, melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang lebih baik, serta melindungi mereka dari penipuan dan usaha tidak sehat di pasar keuangan.

OJK terus mengembangkan program peningkatan kapasitas UMKM melalui sektor jasa keuangan, seperti dari perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal serta edukasi keuangan ke kalangan UMKM. Untuk itu, pengembangan Literasi dan Inklusi Keuangan, selain bersifat top down dalam bentuk leadership dan kebijakan Pemerintah maupun regulator termasuk OJK, juga bersifat bottom up dengan melibatkan inisiatif dari industri jasa keuangan maupun organisasi kemasyarakatan lainnya. OJK perlu selalu bersinergi dengan Industri Jasa Keuangan dan Kementerian/Lembaga terkait dalam melakukan berbagai program literasi dan inklusi keuangan. Monitoring, evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan, bersama dengan seluruh pihak terkait secara berkala atas berbagai program pengembangan literasi dan inklusi keuangan yang telah dijalankan juga harus dilaksanakan.

Ke depan, pengembangan literasi dan inklusi keuangan untuk pengembangan UMKM, juga memerlukan optimalisasi pemanfaatan financial technology untuk memudahkan akses dan memperluas jangkauan. Kami memandang UMKM memberikan kontribusi cukup signifikan bagi perekonomian. Secara statistik, UMKM memberikan kontribusi 57,9% terhadap PDB Indonesia dan menyerap 97% dari pekerja nasional sehingga OJK memandang UMKM perlu diberdayakan dan ditingkatkan untuk mendorong perekonomian negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Menurut OJK sektor-sektor apa saja yang dapat menjadi prioritas penyaluran kredit dalam rangka strategi peningkatan penyaluran kredit?

Apakah akan ada kebijakan dari OJK untuk mendukung penyaluran ke sektor-sektor tersebut? Ada dua hal yang perlu diperhatikan bank dalam melakukan penyaluran kredit ke sektor-sektor pilihan. Pertama, disesuaikan dengan keunggulan ekonomi suatu daerah. Kedua, disesuaikan dengan kompetensi atau kapabilitas bank dalam melakukan pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi pilihannya.

Kemampuan bank untuk melakukan pemetaan sektor ekonomi baik dalam skala nasional maupun daerah/wilayah/propinsi penting sebagai rujukan penyaluran kredit ke sektor yang prospektif. Seyogyanya bank memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan menganalisasi potensi ekonomi andalan atau unggulan di suatu daerah dan dikaitkan dengan kesiapan sumber daya manusianya di bidang kredit yang akan melakukan pengelolaan kredit sektoral tersebut. Ini dimaksudkan supaya kredit yang diberikan tetap berada dalam kolektibilitas lancar. Secara spesifik, OJK menghimbau agar Pemerintah daerah dapat mendorong ekonomi daerah berbasis pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan penyaluran KUR Pertanian yang sudah menjadi sektor prioritas.

OJK juga memandang dibutuhkan juga upaya untuk mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan berorientasi ekspor sehubungan dengan peningkatan permintaan global, yang juga ramah lingkungan sejalan dengan kebijakan Pemerintah di bidang perubahan iklim (climate change dan sustainable finance).

Bagaimana proyeksi pertumbuhan kredit untuk kuartal 3 dan 4?

Pertumbuhan kredit diperkirakan akan sedikit tertekan di kuartal III-2021, sejalan dengan menurunnya kegiatan ekonomi karena pembatasan mobilitas (PPKM) terhadap pandemi Covid-19, dan akan kembali meningkat pada kuartal IV-2021. Dengan perkembangan tersebut, OJK memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2021 akan berkisar 6% +/- 1% (5-7%), juga sesuai dengan rencana Bisnis Bank Bank (RBB) 2021. Perlu kami ingatkan, bahwa peran pasar modal sebagai pendukung pemulihan ekonomi juga menjadi andalan penting karena pasar modal menjadi sumber pembiayaan alternatif bagi korporasi/dunia usaha untuk melakukan ekspansi usaha. Pasar modal juga menjadi alternatif investasi bagi sebagian masyarakat, termasuk kelompok investor milenial, dimana instrumen investasi di pasar modal diyakini mampu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan instrumen investasi di perbankan.

Bagaimana gambaran sektor perbankan di negara-negara ASEAN dibandingkan Indonesia selama masa pandemi dan dampak ke perekonomian masing-masing negara?

Secara umum pandemi Covid-19 telah menekan perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN. Sampai dengan kuartal I-2021 lalu, perekonomian masing-masing negara mengalami kontraksi (hanya Vietnam yang positif di level 4,5%). Pemulihan ekonomi negara-negara di ASEAN berjalan dengan kecepatan berbeda bergantung pada kecepatan penanganan pandemi Covid-19 melalui vaksinasi massal dan disiplin protokol kesehatan. Untuk negara kepulauan seperti Indonesia, proses vaksinasi tidak akan secepat negara-negara non-kepulauan seperti Singapura dan Vietnam.

lanjut ke halaman berikutnya


Hide Ads