Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung gagasan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo untuk mempercepat persiapan pengadaan mata uang rupiah digital di Tanah Air, termasuk mempercepat persiapan penerbitan digital rupiah dan juga implementasi digitalisasi pengelolaan mata uang rupiah.
Menurutnya, gagasan untuk merumuskan pembuatan mata uang digital atau 'digital rupiah' perlu segera diterapkan karena sejalan dengan pemahaman G20 yang juga menekankan implikasi dari Central Bank Digital Currency (CBDC) terhadap sistem moneter dan keuangan internasional.
"Dari sisi optimalisasi manfaat teknologi dan digitalisasi, G20 akan melanjutkan implementasi peta jalan sistem pembayaran lintas batas (G20 Roadmap for Enhancing Cross Border Payments) untuk mendorong sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman dan handal serta mendiskusikan pemanfaatan digitalisasi untuk meningkatkan inklusi keuangan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/2/2022).
Hal ini dia ungkapkan saat memberikan keynote speech dalam seminar 'Fenomena Robot Trading, Aset Kripto, dan Sistem Pembayaran di Indonesia', di Jakarta, Selasa (22/2).
Bamsoet menerangkan berkembangnya ekonomi digital saat ini harus disikapi dengan bijaksana dan penuh kehati-hatian. Di sisi lain, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital harus dapat dioptimalkan melalui penyempurnaan ekosistem digital yang meliputi sektor perbankan digital, industri teknologi keuangan (fintech), dan e-commerce, sebagai satu kesatuan sistem yang terintegrasi.
"Momentum pertumbuhan ekonomi digital ini harus direspons dengan beberapa langkah strategis. Di antaranya, melalui penataan regulasi yang tidak saja penting untuk memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha dan perlindungan hukum bagi konsumen. Namun, juga untuk menjamin agar aktivitas ekonomi digital memberi kontribusi pada pendapatan negara, misalnya dari sektor perpajakan," kata Bamsoet.
Oleh karena itu, Bamsoet juga mendukung Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan RI untuk menghentikan sementara ijin robot trading dan melakukan transformasi melalui ketetapan peraturan dan perundang-undangan baru yang lebih menjamin kepastian hukum baik kepada para investor atau pengusaha, maupun kepada konsumen dalam bentuk perlindungan konsumen digital trading.
Kedepan, kata dia, sebaiknya istilah robot trading tidak lagi dipakai. Selain mengikis stigma negatif yang terlanjur melekat di masyarakat akibat ulah para pelaku kejahatan judi online berkedok robot trading, juga untuk menghindarkan persepsi yang keliru mengenai paradigma ekonomi digital seperti halnya kehadiran digital trading dan aset kripto.
Dia mengungkapkan jika dicermati lebih dalam, akar persoalan dalam implementasi kedua bisnis digital tersebut juga bersumber dari adanya kesenjangan atau gap. Antara lain kesenjangan antara pengambil kebijakan dengan masyarakat, yaitu digital society yang begitu sangat cepat meluas akibat online lifestyles, sementara infrastruktur pengaturan dan pembinaan berbasis digital belum siap.
"Kesenjangan digital literatif (pemberian pemahaman) yang masih kurang dari pengambil kebijakan terhadap masyarakat dan kesenjangan tindakan perlindungan konsumen antara pelaku industri dengan peraturan yang disiapkan untuk aktivitas bisnis dari regulator," ungkapnya.
"Ketiga kesenjangan tersebut berinteraksi secara bersamaan dalam masyarakat sehingga mengakibatkan persoalan 'apa dan bagaimana' menjalani bisnis di dunia digital menjadi semrawut," imbuhnya.
Bersambung di halaman selanjutnya. Langsung klik