Proses pergantian pimpinan (suksesi) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasuki tahap akhir. Mulai tanggal 6 April 2022 Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan uji kelayakan atas calon-calon yang diajukan oleh Presiden Jokowi. Setelah sebelumnya para calon dipilih secara ketat oleh panitia seleksi yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan kemudian ditetapkan oleh Presiden Jokowi 14 calon untuk 7 posisi yang akan di uji kelayakannya oleh DPR.
DPR akan memilih satu antara dua calon untuk masing-masing posisi, mulai dari Ketua, Wakil Ketua, para Anggota Dewan Komisioner yang merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB), Ketua Dewan Audit, hingga anggota yang membidangi pendidikan dan perlindungan konsumen. Jika uji kelayakan berjalan lancar, Dewan Komisioner OJK yang baru untuk masa tugas 2022-2027 akan dilantik pada tanggal 20 Juli 2022.
Modal Pemulihan Ekonomi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanpa mengabaikan beberapa kerja yang belum selesai dan menjadi PR bagi Dewan Komisioner yang baru, harus diakui banyak capaian atau prestasi yang sudah diraih oleh Dewan Komisioner OJK "lama" selama lima tahun terakhir. Capaian terbaik Dewan Komisioner "lama" utamanya adalah mampu menjaga stabilitas system keuangan di tengah pandemic, sekaligus meletakkan pondasi yang kokoh untuk pemulihan ekonomi ketika pandemic berakhir.
Merujuk rilis OJK tanggal 30 Maret 2022, sektor jasa keuangan tetap terjaga stabil dan bahkan mulai bertumbuh meskipun pandemic belum bisa dikatakan berakhir. Stabilitas sector jasa keuangan ditunjukkan oleh berbagai indicator, mulai dari profil risiko yang cenderung membaik, hingga likuiditas dan permodalan yang tetap terjaga. Sementara itu fungsi utama sector keuangan sebagai lembaga intermediasi juga berangsur pulih.
Prestasi terbesar OJK (baca: prestasi DK OJK) dalam upaya menjaga stabilitas system keuangan di tengah pandemic adalah keberhasilan menjaga profil risiko industry keuangan sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya Non Performing Loan (NPL) perbankan dan Non Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan. Selama pandemi, NPL Perbankan dan NPF perusahaan Pembiayan tidak pernah melonjak tinggi diatas 5%. NPL dan NPF senantiasa terjaga di kisaran 3%. pada Pebruari 2022 NPL Perbankan (gross) berada di level 3,08% sementara NPF Perusahaan Pembiayaan di level 3,25%.
Dengan NPL dan NPF yang rendah, permodalan industry perbankan dan Industri keuangan non bank (IKNB) juga terjaga stabil dan sehat. Rasio permodalan perbankan pada Pebruari 2022 tercatat sangat aman di atas threshold pada level 25,82%. Demikian juga dengan permodalan industri asuransi (IKNB). Risk Based Capital (RBC) Industri Asuransi Jiwa berada di level 535,72%, dan RBC industry asuransi umum di level 323,11%. Keduanya aman di atas threshold 120%.
Prestasi OJK tidak hanya itu. OJK juga mampu menjaga likuiditas sector keuangan, khususnya perbankan. Likuiditas perbankan pada Pebruari 2022 berada pada level sangat mencukupi. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit terjaga di level 147,33, sementara threshold nya hanya 50%. Demikian juga dengan rasio Alat Likuid terhadap DPK berada di level 32,72%, cukup jauh di atas threshold 10%.
Stabilitas yang dicerminkan terjaganya risiko, likuiditas dan permodalan, merupakan modal bagi industry jasa keuangan untuk mendukung perekonomian. Stabilitas tersebut tidak sepenuhnya berarti apabila industry keuangan tidak mampu menjalankan fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat.
Di pasar modal, berjalannya fungsi intermediasi ditunjukkan oleh jumlah emiten, jumlah investor dan besar nya kapitalisasi. Sementara di perbankan, fungsi intermediasi di tunjukan dengan bertumbuhnya DPK yang diimbangi oleh bertumbuhnya penyaluran kredit. Ketika perbankan tidak mampu menyalurkan kredit, perbankan akan dinilai tidak melaksanakan fungsinya dengan baik.
Selama pandemi, Pasar modal mampu menjaga fungsinya dengan baik. Kapitalisasi terus bertumbuh didukung oleh kenaikan investor ritel. Sayangnya di sisi lain fungsi intermediasi perbankan mengalami banyak hambatan. DPK perbankan memang tumbuh sangat tinggi, karena masyarakat mengurangi konsumsi. Tetapi penyaluran kredit justru tumbuh negative, karena dunia usaha tidak bisa beroperasi secara normal.
Pertumbuhan kredit pada tahun 2020 turun hingga minus 2,41% (y.o.y). Baru pada tahun 2021, penyaluran kredit kembali positif walaupun masih sangat rendah yaitu sebesar 5,42% (y.o.y). Fungsi intermediasi perbankan terus membaik pada tahun 2022. Pertumbuhan kredit pada bulan Pebruari 2022 mencapai 6,33% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan bulan Januari (5,5%).
Stabilitas industry keuangan yang didukung oleh mulai tumbuhnya penyaluran kredit merupakan modal besar pulihnya ekonomi. Kondisi ini tentunya tidak terjadi begitu saja, melainkan dikarenakan adanya kebijakan yang tepat yang diimbangi oleh pengawasan yang ketat oleh OJK. Dan itu tentunya tidak terlepas dari kinerja yang baik dari Dewan Komisioner OJK.
Lanjut ke halaman berikutnya