BPJS Kesehatan jadi salah satu andalan masyarakat saat hendak berobat. Terlebih mengingat bagaimana layanan BPJS Kesehatan mampu menanggung berbagai macam jenis penyakit dan keperluan layanan kesehatan lainnya.
Sebab perlu diketahu bahwa, BPJS Kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dalam sektor kesehatan. Karenanya tidak heran bila BPJS Kesehatan hadir untuk menanggung berbagai macam layanan kesehatan yang diperlukan masyarakat.
Meski demikian diketahui bahwa terdapat sejumlah penyakit yang tidak ditanggung BPJS. Pemerintah memang tidak secara spesifik menyebutkan "penyakit yang tidak ditanggung BPJS" maupun "penyakit yang ditanggung BPJS".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti asuransi kesehatan lainnya, BPJS Kesehatan memiliki sejumlah ketentuan tentang jenis penyakit apa yang bisa ditanggung dan yang tidak bisa ditanggung. Jadi tidak semua layanan kesehatan sebetulnya bisa diklaim menggunakan BPJS Kesehatan.
Adapun salah satu penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah penyakit atau luka-luka yang diakibatkan melukai diri sendiri. Hal ini sebagaiman yang telah tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Secara lebih spesifik, hal ini tertuang dalam PP No. 82 tahun 2018 Pasal 52 Ayat 1. Dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
Meski demikian, di sisi lain baru-baru Direktur Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan RI Vensya Sihotang mengatakan tindakan melukai diri sendiri akibat gangguan jiwa perlu memperoleh tanggungan biaya perawatan BPJS Kesehatan.
"Saat ini belum semua biaya perawatan pasien akibat gangguan kesehatan jiwa ditanggung BPJS Kesehatan. Tapi harapannya bertahap, berproses untuk bisa ditanggung," kata Vensya Sitohang yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (6/10), sebagaimana yang dikutip dari antaranews.
Masih mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, penyandang disabilitas jiwa mendapatkan akses pengobatan BPJS Kesehatan, seperti rehabilitasi medis dan konseling dengan psikolog di fasilitas kesehatan.
Tapi, hal tersebut harus sesuai dengan diagnosis dan indikasi medis yang diberikan oleh dokter.
Vensya mengatakan luka yang diderita penyandang disabilitas jiwa belum termasuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan. Padahal, kejadian itu dapat berujung pada tindakan bunuh diri.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, kata Vensya, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Selain itu, berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada lima orang melakukan percobaan maupun bunuh diri.
Sebanyak 47,7 persen korban bunuh diri terjadi pada usia 10 hingga 39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif. Laporan UNICEF secara global mengungkap kejadian itu lebih dominan dialami kaum remaja usia 13 hingga 15 tahun.
"Berdasarkan data UNICEF terjadi peningkatan kasus percobaan bunuh diri pada remaja perempuan dari 4,8 persen ke 6,2 persen pada 2007 hingga 2015, sementara pada laki-laki meningkat dari 3,2 persen menjadi 4 persen pada kurun yang sama," katanya.
Atas dasar itu, Kemenkes sedang mengintensifkan koordinasi dengan BPJS Kesehatan agar percobaan bunuh diri di Indonesia ditanggung melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi peserta BPJS Kesehatan.
"Saat ini kami sedang mendiskusikan teknisnya lagi, agar itu memang bisa ditanggung," katanya.
(fdl/fdl)