Para penagih utang atau debt collector kini dilarang untuk menggunakan kekerasan dan ancaman saat penagihan utang ke konsumen.
Hal ini disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di akun instagram resminya. Selain itu aturan ini juga tercantum dalam Pasal 7 POJK Nomor 6/POJK.07/2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
"Debt collector dalam menjalankan proses penagihan dilarang menggunakan ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
OJK menyebut jika hal ini dilakukan maka debt collector dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Sementara untuk PUJK yang menjalin kerja sama dengan debt collector itu bisa dikenakan sanksi oleh OJK berupa sanksi administratif antara lain peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.
Selain itu, dalam proses penagihan, pihak ketiga di bidang penagihan yang lebih dikenal dengan istilah debt collector diwajibkan membawa sejumlah dokumen. Mulai dari kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, salinan sertifikat jaminan fidusia.
"Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute," jelas dia.
(kil/eds)