Surabaya -
Kasus tukang becak di Surabaya bernama Setu yang berhasil menipu teller BCA hingga menguras uang Rp 320 juta milik nasabah bernama Muin Zachry jadi perhatian. Mohammad Thoha yang jadi otak aksi pembobolan rekening itu menyusun skenario dengan sangat rapi. Begini rangkumannya.
Dilansir dari detikJatim, Peristiwa pembobolan rekening itu terjadi pada Jumat 5 Agustus 2022. Thoha, diduga sudah menyusun skenario kejahatan itu 2 hari sebelumnya, yakni sejak Rabu 3 Agustus 2022. Thoha sendiri merupakan orang yang menyewa kost di tempat korban, Muin.
Di dalam sidang di PN Surabaya, Thoha mengaku tahu ada uang sebanyak Rp 345 juta dari Muin sendiri saat mereka berbincang tentang bisnis. Ia mengaku Muin sempat mengajaknya berbisnis. Belakangan pernyataan Thoha itu dibantah oleh Muin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah mengetahui nominal uang Muin, Thoha dengan sengaja mengintip ponsel Muin saat bapak kos Thoha itu sedang membuka aplikasi m-banking. Dari situlah ia mengetahui nomor PIN rekening Muin.
Hari itu juga Thoha mencari tahu tentang proses penarikan uang dalam jumlah besar melalui internet. Berbekal informasi itu ia datang ke kantor cabang BCA di sekitar PGS Surabaya untuk mengambil slip penarikan uang. Setelah itu, secara tak sengaja ia melihat Setu.
Thoha mendapati bahwa Setu yang sedang melintas mengayuh becaknya memiliki perawakan yang sangat mirip dengan bapak kosnya, Muin. Seketika ia cegat becak Setu. Sambil berjalan-jalan Thoha menyampaikan bahwa dirinya membutuhkan bantuan Setu.
Kepada Setu Thoha menyatakan bahwa ayahnya sedang sakit keras dan tidak bisa mengambil uang sendiri di bank. Padahal ia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ayahnya. Tidak hanya itu, ia menjanjikan imbalan Rp 5 juta untuk mengambilkan uang milik bapaknya di bank.
Maka jadilah, setelah mereka bertukar telepon, Thoha telah memiliki pemeran utama dalam skenario kejahatannya. Keesokan harinya, Kamis 4 Agustus 2022 Thoha mengajak Setu ke bank BCA Jalan Indrapura untuk mengambil slip penarikan uang.
"Saya ke teller pas Kamis sama Setu. Saya bilang ke ibu kasirnya besok mau ambil uang Rp 320 juta. Dia tanya identitas dan sempat ngasih tahu disuruh bawa KTP, ATM, dan buku tabungan," ujar Thoha menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) Estik Dilla.
Tiba lah di hari eksekusi. Jumat siang itu Thoha yang ngekos harian selama beberapa hari di rumah Muin di Jalan Semarang Surabaya sudah bersiap-siap. Begitu bapak kosnya berangkat ke masjid untuk menjalankan Salat Jumat, Thoha pun beraksi. Beruntung, kamar Muin sedang tidak dikunci.
Ia mengobok-obok kamar itu dan menemukan kartu ATM serta KTP dari dompet Muin. Setelah itu, ia membuka sejumlah laci hingga menemukan buku tabungan Muin di laci plastik yang juga tidak terkunci. Seluruh kebutuhan untuk menjalankan kejahatannya telah lengkap.
Aksi Thoha ajak tukang becak tipu teller BCA dimulai. Klik halaman berikutnya.
Thoha segera menelepon Setu. Mereka janjian di PGS dan berangkat bersama ke kantor cabang utama di Jalan Indrapura, Surabaya. Sebelum itu, sang sutradara Thoha telah menyiapkan peci yang mirip dengan yang digunakan Muin sehari-hari agar penyamaran Setu semakin sempurna.
Pada saat Setu beraksi Thoha menunggu di luar. Alasan yang mencla-mencle sempat ia sampaikan kepada Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan yang bertanya mengapa dirinya menunggu di luar. "Saya merasa bersalah yang mulia," ujar Thoha.
"Yang benar yang mana? Merasa bersalah atau takut terekam CCTV? Keteranganmu di BAP seperti itu. Mana yang benar?" Sergah Marper. "Iya yang mulia, merasa bersalah dan takut terekam CCTV," jawab Thoha.
Tanpa topeng sintetis seperti di film-film bertema perampokan, saat pegawai laki-laki di bank itu sedang Salat Jumat, Setu masuk ke kantor BCA. Ia disambut petugas keamanan lalu diarahkan mengisi slip penarikan uang padahal ia sudah membawa slip yang sudah dibubuhi tanda tangan Muin yang telah dipalsu oleh Thoha.
Teller bank Maharani Istono Putri yang melayani Setu sama sekali tidak curiga. Dalam persidangan sebelumnya Maharani menyampaikan kepada majelis hakim bahwa penyamaran Setu sempurna. Ia bahkan telah meneliti spesimen tanda tangan di slip penarikan yang dia anggap identik dengan tanda tangan Muin.
Maka jadilah, Maharani memproses uang Rp 320 juta tersebut. Sebelumnya ia juga mengaku sempat bertanya kepada Setu, apakah dirinya datang sendiri? Setu dengan santai menjawab bahwa anaknya sedang menunggu di luar.
Dua tas kresek berisi Rp 320 juta diserahkan kepada Setu. Pria itu mengucapkan terima kasih kepada Maharani dan keluar dari kantor itu tanpa ada yang curiga. Ia serahkan uang itu kepada Thoha. Di tempat lain Thoha memberikan imbalan Rp 5 juta seperti yang ia janjikan lalu meminta HP milik Setu.
Aksi pembobolan rekening itu sangat rapi. Muin yang pulang dari Salat Jumat menyadari ada yang telah mengambil KTP, ATM, dan buku tabungannya. Ia pun segera mengecek ke Kantor Cabang PGS dan petugas menyatakan memang ada penarikan besar-besaran pada saat Salat Jumat berlangsung.
Muin meminta agar rekeningnya yang saldonya hanya tersisa Rp 25 juta segera diblokir. Ia segera bertolak ke BCA KCU Jalan Indrapura untuk menanyakan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi? Pihak BCA menyatakan bahwa proses pencairan uang itu sudah sesuai prosedur yang berlaku. Muin pun lemas.
Tanggapan BCA
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyatakan kasus ini merupakan murni kelalaian nasabah. Pasalnya nasabah itu tidak hati-hati dalam menjaga buku tabungan, KTP, nomor PIN sampai penipu bisa memalsukan tanda tangan pemilik rekening.
Jahja menjelaskan, dalam fakta persidangan mengenai kasus tersebut, terungkap bahwa lalai dengan membagikan informasi rahasia seperti nomor PIN. Selain itu, diketahu nasabah lalai dengan tidak menjaga KTP hingga buku tabungan sampai bisa berpindah tangan.
"Kasus seperti ini 1 dari 10 juta kemungkinan kejadian. Dia tahu semua PIN ATM, buku tabungan dan KTP," kata dia kepada detikcom.
Jahja menjelaskan jika teller sudah menjalankan prosedur yang sesuai dengan ketentuan. Dia mengungkapkan, perusahaan meyakini jika teller telah melakukan sesuai prosedur dan profesional. BCA juga telah diminta memberikan kesaksian di pengadilan.
"Kita menilai teller kita nggak salah, karena data-data sudah benar," imbuh dia
Jahja menegaskan jika peristiwa ini merupakan pencurian data nasabah karena adanya kelalaian. Menurut dia, seharusnya nasabah menyimpan data-data pribadi seperti KTP, PIN dan buku tabungan dengan hati-hati.