Bank sentral Rusia (CBR) kembali menarik suku bunga utamanya sebesar 100 basis poin (atau 1%) pada Jumat (15/9) kemarin. Dengan begitu suku bunga utama Rusia saat ini berada di 13%.
Melansir dari Reuters, Sabtu (16/9/2023), hal ini dilakukan karena nilai mata uang rubel terus melemah bersamaan dengan tekanan inflasi yang semakin menguat. Perlu diketahui, rubel telah melampaui 100 per dolar AS, level terendah dalam 17 bulan, melewati ambang penting psikologis. Bahkan ini bukan kali pertama bank sentral Rusia menaikkan suku bunganya karena permasalahan tersebut.
Sebelumnya pada Agustus lalu bank sentral Negara Beruang Merah ini juga sempat menambah suku bunga mereka sebesar 350 bps (3,5%) menjadi 12% imbas jatuhnya nilai rubel yang melewati angka 100 per dolar AS. Saat itu banyak warga Rusia yang meminta Kremlin untuk membuat kebijakan moneter yang lebih ketat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menaikkan suku bunga karena munculnya risiko inflasi dan akan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi untuk waktu yang cukup lama, sampai kami yakin akan sifat perlambatan inflasi yang berkelanjutan," ucap Gubernur Bank sentral Rusia Elvira Nabiullina dalam sebuah konferensi pers.
Elvira menambahkan saat ini dewan direksi bank sentral negara yang dipimpin Vladimir Putin itu telah mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga, serta langkah pengetatan yang lebih agresif. Sebab menurutnya untuk mencapai target inflasi sebesar 4% pada akhir tahun 2024 akan memerlukan suku bunga yang lebih tinggi.
Sebagai informasi, sebelumnya bank sentral Rusia juga telah menyesuaikan perkiraan inflasi di negara itu mencapai 6,0-7,0% di akhir tahun nanti. Padahal sebelumnya mereka hanya memprediksi inflasi hanya akan berada di angka 5,0-6,5%.
Hal ini menunjukkan bagaimana tekanan inflasi beserta jatuhnya nilai rubel membuat pemerintah Putin harus menggenjot lagi suku bunga di Negeri Beruang Merah itu.
(eds/eds)