Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengantongi penerimaan sebesar Rp 6,18 triliun hingga 16 Oktober 2023. Jumlah itu terealisasi 76,99% dari keseluruhan tahun 2023 yang diproyeksikan mencapai Rp 8,03 triliun.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan jenis pungutan yang diterima pihaknya berasal dari registrasi, pungutan tahunan, dan penerimaan lain-lain yang diberikan industri perbankan, pasar modal, maupun industri keuangan non bank (IKNB).
"Realisasi penerimaan sampai tahap III yaitu 16 Oktober 2023 sebesar Rp 6.182.283.856.680, terealisasi 76,99% dari proyeksi penerimaan tahun 2023 adalah sebesar Rp 8.029.696.478.814," kata Mirza dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (20/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mirza menyebut proyeksi penerimaan tahun 2023 meningkat 7,70% dibandingkan 2022 yang mencapai Rp 7.455.502.670.313. Hasil dari pungutan itu nantinya akan digunakan untuk membiayai kegiatan OJK pada tahun berikutnya.
"Berdasarkan PP Nomor 11 tahun 2014 tentang pungutan oleh OJK, antara lain diatur bahwa pungutan yang diterima OJK pada tahun berjalan digunakan untuk membiayai kegiatan OJK pada tahun anggaran berikutnya," jelas Mirza.
Lebih rinci dijelaskan bahwa total penerimaan registrasi terkumpul Rp 46,04 miliar sampai 16 Oktober 2023. Pungutan ini didapatkan dari biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pengesahan dan penelaahan atas rencana aksi korporasi.
Kemudian dari pungutan tahunan terkumpul Rp 5,85 triliun di mana penyumbang terbanyak berasal dari perbankan Rp 4,28 triliun. Pungutan tahunan ini adalah biaya dalam rangka pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian.
Terakhir dari penerimaan lain-lain terkumpul Rp 287,05 miliar. Ini adalah pendapatan dari deposito pada bank BUMN dan surat berharga yang diterbitkan dan/atau dijamin oleh Bank Indonesia, serta denda atas pelanggaran di sektor jasa keuangan.
(aid/das)