Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 6%. Terakhir kali BI menaikkan suku bunga acuan yakni pada Oktober sebesar 0,25%.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 16 Januari dan 17 Januari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Untuk suku bunga Deposit Facility juga tetap sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,75%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan mempertahankan BI rate pada level 6% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5Β±1% pada 2024.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.
Untungnya Suku Bunga Tinggi Berakhir
Chief Economist PT Bank Tabungan Negara/BTN (Persero) Tbk Winang Budoyo menyatakan tensi penurunan suku bunga akan menjadi angin segar bagi perbankan dan properti.
"Menurut riset Housing Finance Center, lembaga riset milik Bank BTN, secara historikal setiap suku bunga acuan turun 25 bps (basis point) akan menaikkan NIM (Net Interest Margin) Bank BTN sebesar 5-6 bps," ujar Winang dalam keterangan tertulis, Senin (18/12/2023).
Contohnya, adanya penurunan suku bunga dapat meningkatkan ruang Bank BTN untuk menyalurkan kredit lebih besar pada 2024. Pasalnya, sumber dana menjadi relatif lebih murah.
"Manajemen Bank BTN sendiri menargetkan kredit pada 2024 dapat tumbuh di level 10-11% yoy (year-on-year)," ucapnya.
Sementara itu, Chief Economist BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto dalam risetnya memprediksi FFR memiliki peluang untuk turun pada kuartal II-2024. Peluang tersebut diproyeksikan akan diikuti BI dengan penurunan BI7DRR pada kuartal III/2024 sebesar 50-75 bps.
Untuk itu, Helmy menerangkan penurunan suku bunga ini tentunya akan berdampak pada beberapa sektor, seperti properti dan perbankan.
"Dengan penurunan suku bunga, sektor properti akan tumbuh lebih baik. Sektor perbankan juga terkena dampak positif karena bank dapat mencari sumber dana lebih murah, sehingga mencetak laba yang lebih tinggi dibanding pada 2023," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengungkapkan ada dampak positif dari titik tertinggi FFR terhadap beberapa instrumen keuangan, seperti US Treasury, Obligasi Indonesia 10 Tahun, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan beberapa rentang waktu.
"Yield US Treasury dan Obligasi tenor 10 Tahun Indonesia berkorelasi positif dengan penurunan FFR, secara historikal yield mulai akan menunjukkan penurunan pada range waktu 6-9 bulan setelah FFR mencapai puncaknya. Sedangkan untuk IHSG akan mulai rebound dalam jangka waktu paling lama 12 bulan setelah FFR mencapai puncaknya," ungkapnya.
(aid/rrd)