Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan ketahanan industri perbankan nasional masih terjaga di tengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Per Jumat (19/4) sore, nilai tukar dolar AS berada di level Rp 16.251.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan penguatan dolar terjadi pada seluruh mata uang global. Hal ini terlihat dari Dollar Index yang menunjukkan tren kenaikan sejak akhir Maret 2024.
"Beberapa faktor yang mempengaruhi penguatan dolar AS antara lain adalah kebijakan suku bunga high for longer yang masih berlanjut di tengah kuatnya perekonomian AS. Namun, bersamaan dengan laju inflasi yang masih cukup jauh dari target 2%," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (19/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Bank Sentral AS, The Fed yang belum menurunkan suku bunga dan akan terus melihat perkembangan data-data perekonomian ke depan. Selain itu, tensi geopolitik yang meningkat di Timur Tengah, usai serangan Iran ke Israel menyebabkan kekhawatiran terjadinya perang yang makin meluas dan dapat membebani perekonomian dunia.
Imbasnya, dikhawatirkan akan terjadi kenaikan harga pada komoditas energi dan mineral utama. Selain itu, diperkirakan ada kenaikan biaya logistik seiring terganggunya jalur perdagangan utama akibat konflik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina.
"Peningkatan tensi geopolitik dan ketidakpastian global ini menyebabkan dolar AS yang merupakan salah satu safe haven asset terus diburu para pelaku pasar dan mendorong penguatannya lebih lanjut," jelasnya.
Meski begitu, pihaknya telah melakukan uji ketahanan (stress test). Hasilnya, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap industri perbankan nasional, terutama permodalan bank. Hal ini didukung oleh posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum dalam posisi PDN long (aset valas lebih besar dari kewajiban valas).
Tidak hanya itu, bantalan permodalan perbankan yang cukup besar (CAR yang tinggi) diyakini mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi. Porsi Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam bentuk valuta asing saat ini sekitar 15% dari total DPK Perbankan dan DPK valas masih tumbuh cukup baik secara tahunan (yoy) maupun dibandingkan dengan awal tahun 2024 (ytd) sampai akhir Maret 2024.
"Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini juga dapat memberikan efek positif terhadap ekspor komoditas dan turunannya yang diharapkan dapat mengimbangi penarikan dana non-residen dan mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri dalam proses produksinya," imbuhnya.
Untuk itu, dia pun mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang. Selain koordinasi antarotoritas terkait, ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat menjadi faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global.
(ara/ara)