Digitalisasi di sektor keuangan mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Terbukti dari beberapa produk layanan keuangan digital yang muncul, seperti pembayaran melalui digital, mobile banking, hingga platform pinjaman online (pinjol).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), 90% bank umum telah memiliki layanan digital. Sementara itu, pembayaran melalui digital telah mencapai Rp 60.000 triliun. Lalu untuk jumlah merchant yang telah bertransformasi secara digital sudah mencapai 33 juta pelaku usaha.
Di balik kemajuan itu, BI menilai masih ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi sektor keuangan dalam transformasi digital. Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, dengan semakin meningkatnya penggunaan layanan digital, risiko kebocoran data dan serangan siber juga meningkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita perlu pastikan bahwa sistem-sistem yang kita bangun memiliki keamanan yang kuat untuk melindungi transaksi pengguna dan juga melindungi data nasabah," kata Juda dalam acara Digital Bank Summit, Selasa (23/7/2024) kemarin.
Juda juga menyebut dengan meningkatnya aktivitas digital juga membuka peluang bagi peningkatan kasus-kasus penipuan atau fraud yang dapat merugikan konsumen. Alhasil, juga berujung merusak kepercayaan masyarakat konsumen terhadap sistem keuangan digital.
Kemudian, meskipun banyak kemajuan-kemajuan yang kita telah capai, masih ada sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan keuangan digital. "Keempat, regulasi yang adaptif. Dunia digital bergerak sangat cepat dan regulasi tentu harus mampu mengikuti perkembangan ini tanpa menghambat inovasi," jelasnya.
Dia menekankan, BI berkomitmen untuk mendukung perkembangan industri keuangan digital melalui berbagai kebijakan yang proaktif dan ramah terhadap inovasi. Dia menekankan tentunya hal tersebut tetap diseimbangkan dengan upaya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dari sistem pembayaran, salah satunya dengan menerbitkan aturan.
Juda menyebut pihaknya telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 tentang Keamanan Sistem Informasi dan Ketahanan Siber bagi Penyelenggara Sistem Pembayaran, Pelaku Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing, serta Pihak Lain yang Diatur dan Diawasi Bank Indonesia pada bulan April lalu. Aturan tersebut mengatur perihal penguatan keamanan siber dan perlindungan konsumen.
"Dalam hal ini BI juga telah menerbitkan PBI (Peraturan Bank Indonesia terkait keamanan sistem informasi dan ketahanan siber pada bulan April yang lalu," ujarnya.
Dia berharap pelaku usaha sektor keuangan, termasuk perbankan dapat menyikapi aturan tersebut dan mempersiapkan terkait ketahanan siber dengan sebaik-baiknya. Pihaknya juga terus bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memperkuat keamanan siber, termasuk Otoritas Jasa Keuangan.
Selain itu, pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah untuk mendukung perkembangan digital dalam sektor keuangan. Di antaranya, penguatan infrastruktur digital. Dia bilang pihaknya akan terus mendorong pengetahuan infrastruktur digital yang mampu mendukung layanan perkembangan digital yang aman, efisien dan dapat diandalkan.
BI akan mengembangkan regulasi dan pengawasannya adaptif terhadap perubahan teknologi dan kebutuhan pasar, tapi dengan tetap menjaga prinsip-prinsip prudensial.
"Edukasi dan literasi keuangan. Kami juga terus melanjutkan program-program edukasi dan literasi keuangan digital pada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan agar masyarakat menggunakan layanan keuangan digital secara bijak dan aman," terangnya.
BI akan terus mendorong kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat. Menurutnya, sinergi ini penting untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang berkelanjutan dan mampu memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.
(ara/ara)