Mencetak dan Mengedarkan Uang Harusnya Wewenang BI

Mencetak dan Mengedarkan Uang Harusnya Wewenang BI

- detikFinance
Senin, 26 Mar 2007 12:08 WIB
Jakarta - Mencetak dan mengedarkan uang seharusnya menjadi wewenang Bank Indonesia, bukan Departemen Keuangan. Praktek tersebut sudah lazim dan diserap oleh sekitar 90 persen negara di dunia.Hal tersebut ditegaskan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah usai acara 'Asian Banker Summit 2007', di Hotel Shangri-la, Jakarta, Senin (26/3/2007). Untuk itu, BI akan tetap mempertahankan kewenangannya atas mata uang. "Pemerintah posisinya tetap, demikian juga dengan kita," tegas Burhanuddin. Burhanuddin menambahkan, pemisahan wewenang pencetakan dan pengedaran mata uang justru akan memperpanjang rantai birokrasi. Selain itu juga akan mengakibatkan hilangnya batasan yang jelas karena bercampurnya kembali kewenangan otoritas fiskal dan moneter."Apakah kita harus bikin proposal setiap tahun? Ini akan menambah repot," imbuhnya. Namun ia mengakui bahwa dalam sejarah menurut Undang-Undang 1945, BI-lah yang bertugas mencetak mata uang, mengedarkan, memusnahkan dan sebagainya. "Memang pernah saat kita mengalami dimana UU RIS (Undang-Undang Republik Indonesia Sementara), pemerintah mencetak uang yang kecil-kecil sementara bank sentral mencetak uang yang besar-besar, tapi kemudian kita kembali lagi ke UU'45," ujarnya. Burhanuddin juga menambahkan bahwa dilihat dari konteks ini, hampir 90% tugas mencetak uang dan mengedarkan uang di dunia dilakukan oleh bank sentral. "Jadi masalahnya sebenarnya bukan hanya soal cetak-mencetak, tapi juga merencanakan berapa kebutuhan base money dan yang menghitung hal ini dimanapun adalah bank sentral," ujarnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, wewenang mencetak uang sebenarnya ada di pemerintah. Hal itu dikarenakan uang yang dicetak adalah milik negara, sehingga yang seharusnya tanda tangan adalah presiden, bukan Gubernur BI.Pernyataan Sri Mulyani tersebut disampaikan diminta pendapatnya tentang RUU Mata Uang yang akan segera dibahas oleh DPR. (dnl/qom)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads