Krisis properti China belum menunjukkan perbaikan meski pemerintah negeri berjuluk tirai bambu itu telah memberikan berbagai insentif. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah kredit macet perbankan untuk pinjaman di sektor tersebut.
Salah satunya seperti yang dialami oleh raksasa perbankan asal Inggris, HSBC. Di mana eksposur perusahaan terhadap kredit macet pinjaman properti komersial di Hong Kong melonjak hampir enam kali lipat.
Melansir dari Financial Time, Sabtu (26/10/2024), jumlah kredit macet sektor properti yang dimiliki bank tersebut per 30 Juni 2024 kemarin sudah mencapai US$ 3,2 miliar atau setara Rp 50,06 triliun (kurs Rp 15.646/dolar AS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah itu naik dari US$ 576 juta atau Rp 9,01 pada awal 2024. Di mana total kredit macet senilai US$ 3,2 miliar itu merupakan 9% dari total pinjaman real estate komersial HSBC di Hong Kong.
Padahal selama ini Hong Kong merupakan pasar terbesar HSBC untuk pinjaman real estat komersial, yang mencakup 45% dari keseluruhan portofolionya. Dibandingkan dengan portofolio pinjaman sektor properti mereka di kampung halaman, Inggris, yang hanya 18%.
Meningkatnya gagal bayar atau kredit macet ini merupakan tanda bagaimana sektor properti komersial di Hong Kong terus menyusut, meskipun pusat keuangan Asia Timur tersebut selama bertahun-tahun telah menjadi salah satu pasar real estat termahal di dunia.
Sama dengan HSBC, bank asal Inggris lainnya seperti Standard Chartered memiliki lebih banyak eksposur terhadap pinjaman properti komersial di Hong Kong daripada wilayah lain mana pun.
Bank itu melaporkan peningkatan proporsi peminjam dengan peringkat lebih rendah dalam pendapatan terbarunya. Meskipun jumlah kredit macet untuk pinjaman real estate mereka tampak tidak mengalami kenaikan yang signifikan alias masih baik-baik saja.
Namu. Standard Chartered mengatakan pada bulan Juli bahwa mereka tetap memangkas eksposur tanpa jaminan terhadap peminjam real estat komersial Hong Kong sebesar 19% sejak akhir tahun 2022.
Di luar itu analis properti di UBS, Mark Leung, berpendapat sektor properti di Hong Kong akan terus meredup dalam beberapa waktu ke depan sama seperti yang dialami China. Hal ini akan terlihat dari banyaknya penurunan nilai aset bagi pengembang Hong Kong dalam waktu dekat.
"Untuk perkantoran, sewa kemungkinan akan terus turun karena masalah pasokan yang meningkat, dan kekosongan bisa meningkat," katanya.
(hns/hns)