27 Juta Pekerja Miskin Tak Punya Jaminan Sosial, BPJS Minta Ini ke Pemerintah

27 Juta Pekerja Miskin Tak Punya Jaminan Sosial, BPJS Minta Ini ke Pemerintah

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 07 Mei 2025 14:29 WIB
Pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja yang berhenti bekerja atau terkena PHK. Aturan yang berlaku pada 1 September 2015 ini merupakan revisi dari aturan sebelumnya. Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengumumkan revisi aturan tersebut yang telah menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Rachman Haryanto/detikcom.
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat jumlah pekerja bukan penerima upah (PBPU) alias informal di Indonesia mencapai 86,58 juta orang per Desember 2024. Dari jumlah itu, 30,85 juta pekerja masuk dalam kategori pekerja rentan alias masyarakat miskin dan miskin ekstrem.

Deputi Kepesertaan Program Khusus dan Keagenan BPJS Ketenagakerjaan, Ady Hendratta, menjelaskan secara umum para pekerja rentan ini terbagi menjadi empat kelompok sektor pekerjaan yakni pedagang mikro-kecil, pekerja lepas, petani, dan nelayan. Diharapkan mereka-mereka inilah yang nantinya dapat menerima BSI baik dari pemerintah pusat maupun daerah.

"pedagang kecil mikro itu 8,5 juta; kemudian ada pekerja lepas 10,2 juta; petani 11,4 juta; dan nelayan 596 ribu. Jadi dari 30,85 (juta) inilah yang menurut hemat kami bisa dilakukan BSI, bantuan subsidi iuran, atau terkenalnya PBI. Jadi mereka ini yang bisa mendapatkan untuk dilindungi program bantuan subsidi iuran," ucapnya dalam acara Diskusi Publik Kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Informal di Kantor Ombudsman, Rabu (7/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun sayang, hingga saat ini banyak di antara pekerja rentan atau masuk dalam kategori miskin dan miskin ekstrem ini belum memiliki perlindungan atau menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Sebab berbeda dengan BPJS Kesehatan yang sudah memiliki landasan aturan untuk memberikan bantuan subsidi iuran kepada masyarakat miskin, BPJS Ketenagakerjaan belum memiliki payung hukum serupa. Jadi selama ini BSI yang diberikan kepada para pekerja miskin ini baru berdasarkan inisiatif dari masing-masing Pemerintah Daerah.

ADVERTISEMENT

"Jadi memang perbedaannya kalau di BPJS Kesehatan sudah ada PBI atau penerima bantuan iuran, sementara kami di BPJS Ketenagakerjaan masih terus berkoordinasi baik itu di tingkat daerah khususnya untuk agar pekerja-pekerja di sektor informal yang belum mampu ini dapat perlindungan BPJS Ketenagakerjaan," papar Ady.

Lebih lanjut, ia mengatakan selama ini menurutnya dari 30,85 pekerja rentan ini, baru 2,9 juta pekerja yang sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan melalui pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Angka pekerja informal rentan atau miskin ini terdiri dari 1,1 juta orang petani; 240.521 nelayan; dan 7,1 juta merupakan pekerja dengan profesi lainnya. Sementara 27,97 juta pekerja rentan lainnya masih belum terlindungi BPJS Ketenagakerjaan.

"Maka masih ada 27,8 juta lagi, data Desember ya, ini yang mungkin nanti bisa didorong oleh baik itu pemerintah provinsi, kabupaten, kota," terangnya.

"Kami juga berharap dari Kementerian-Lembaga dapat memberikan support atau dukungan agar pekerja-pekerja di sektor informal yang tadi masih 27,8 juta ini juga bisa didorong ke dalam program penerima bantuan subsidi iuran," tegas Ady lagi.

Di luar itu, BPJS turut melaporkan jumlah potensi pekerja eligible atau layak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia mencapai 101,81 juta orang. Namun dari jumlah itu, total peserta aktif baru mencapai 45,2 juta orang.

Secara rinci dari jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan saat ini; 28,67 juta orang merupakan pekerja penerima upah; 9,9 juta orang pekerja bukan penerima upah atau informal; 6,02 juta orang pekerja jasa konstruksi; dan 0,64 juta orang pekerja migran Indonesia.

"Mohon pemerintah pusat, Kabupaten, Kota memberikan dukungan baik itu regulasi, kemudian alokasi anggaran dan sumber data nasional bagi pekerja penerima Bantuan Subsidi Iuran sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kepersertaan jaminan sosial ketenagakerjaan," pungkasnya.

(igo/fdl)

Hide Ads