Bukan Hanya SLIK, Ini Faktor Lain dalam Penilaian KPR Perbankan

Bukan Hanya SLIK, Ini Faktor Lain dalam Penilaian KPR Perbankan

Heri Purnomo - detikFinance
Kamis, 26 Jun 2025 14:05 WIB
Ilustrasi Pinjaman Modal Usaha
Ilustrasi/Foto: Shutterstock
Jakarta -

Lembaga keuangan, seperti bank dan perusahaan pembiayaan menggunakan data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menilai kelayakan calon debitur dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan. SLIK merupakan sistem informasi yang menyediakan data riwayat kredit seseorang.

Data debitur di SLIK bukanlah satu-satunya faktor penentu bank atau perusahaan pembiayaan menyetujui pengajuan kredit, misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pertimbangan persetujuan kredit/KPR dinilai secara menyeluruh berdasarkan kemampuan finansial calon debitur.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menegaskan bahwa SLIK bukanlah daftar hitam (blacklist) yang serta-merta menghalangi persetujuan KPR. Menurutnya, keputusan kredit tetap mempertimbangkan penilaian menyeluruh terhadap kapasitas finansial calon debitur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"SLIK bukan penghalang mutlak karena ada penilaian ulang menyeluruh terhadap kapasitas finansial debitur," kata Josua kepada wartawan, ditulis Kamis (26/6/2025).

SLIK menggantikan peran BI Checking dengan tujuan utama mencatat riwayat kredit debitur secara terpusat untuk mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan manajemen risiko perbankan.

ADVERTISEMENT

Laporan perbankan ke OJK beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa kredit termasuk KPR yang ditolak karena mengacu data SLIK hanya berkisar 1-3% dari jumlah total pengajuan kredit. Ini memperkuat fakta bahwa bank masih membuka peluang bagi debitur selama profil keuangan mereka dinilai layak.

Untuk itu, Josua menekankan bahwa SLIK bukan satu-satunya acuan penilaian. Bank juga menerapkan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) untuk mengevaluasi kelayakan kredit.

Ia menjelaskan, capacity atau kemampuan membayar menjadi perhatian utama, dengan rasio cicilan terhadap pendapatan biasanya dibatasi maksimal 30-40%. Stabilitas penghasilan, terutama dari pekerjaan formal akan meningkatkan peluang persetujuan.

Dalam aspek capital, besarnya down payment mempengaruhi risiko. Makin besar DP, makin kecil risiko bank. "Meskipun ada pelonggaran DP 0%, bank tetap memperhatikan kesiapan dana pribadi debitur," tuturnya.

Sementara dari sisi collateral, properti yang dijadikan jaminan harus memenuhi syarat legalitas, nilai pasar, dan lokasi strategis. Rumah yang tidak layak atau berada di lokasi kurang strategis bisa menyebabkan aplikasi ditolak.

Faktor lain yang turut menjadi penilaian adalah status pekerjaan, masa kerja, dan usia debitur. Debitur berusia tua atau mendekati usia pensiun berpotensi mengalami penolakan karena tenor yang terbatas dan kewajiban asuransi jiwa.

"Keputusan akhir persetujuan KPR lebih ditentukan oleh profil risiko secara menyeluruh sesuai prinsip kehati-hatian perbankan," ucapnya.

(ara/ara)

Hide Ads