Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mendorong agar layanan Bank Emas atau Bullion Bank yang kini dimiliki Indonesia terus dikembangkan. Salah satu langkah yang ia sarankan adalah pelarangan ekspor emas guna memperkuat sistem cadangan emas nasional.
"Kalau bullion system ini benar-benar diatur, termasuk melarang ekspor emas, lalu membangun sistem kustodian penyimpanan emas yang kuat, maka yang diperdagangkan hanya dokumen atau kontrak emas," ujar Misbakhun dalam Seminar Nasional bertajuk Di Balik Kilau Emas: Siapa Penjamin Simpanan di Bullion Bank?, di Universitas Paramadina, Trinity Tower, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025).
Ia menyebut skema ini bisa mengikuti sistem internasional seperti di London Bullion Market Association (LBMA) atau Chicago Mercantile Exchange (CME), di mana perdagangan emas dilakukan dalam bentuk kontrak derivatif, sementara fisik emasnya tetap disimpan di dalam negeri.
"Sistem perdagangan emas dunia diperdagangkan di sana. Di LBME semuanya ada di sana, bahkan mereka memperdagang emas dari seluruh dunia. Fisiknya dikuasai masing-masing teritorial, tapi kertasnya yang diperdagangkan, produk derivatifnya mereka, dan itu lebih berharga nilainya menghindari dari spekulasi karena basisnya emas," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misbakhun menyoroti bahwa Indonesia saat ini tidak lagi menjadi negara dengan cadangan emas terbesar, bahkan tertinggal dari Singapura yang punya sekitar 240 ton cadangan emas meski tidak memiliki tambang emas. Sementara RI hanya memiliki sekitar 220 ton.
Ia merinci, emas yang saat ini berada di Bank Indonesia sekitar 80 ton, di PT Pegadaian sekitar 100 ton, dan di PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sekitar 40 ton. Sedangkan emas milik masyarakat dalam bentuk perhiasan diperkirakan mencapai 1.000 ton, namun tidak masuk dalam kategori cadangan nasional.
"Tapi itu kan (1.000 ton) tidak dalam situ (cadangan emas nasional). Kami pada saat itu memikirkan di Partai Golkar, harus ada sistem cadangan ekonomi nasional yang sifatnya tetap, ketika menghadapi situasi krisis, dan itu tidak menjadi bagian dari sistem cadangan devisa, di luar sistem cadangan devisa. Maka pikiran kita yang paling utama pada saat itu Itu adalah emas," ujarnya.
Menurutnya, emas memiliki peran strategis dalam pasar keuangan global, terutama saat krisis. Di tengah gejolak ekonomi, emas tetap dipandang sebagai aset paling aman atau safe haven.
"Kalau menurut saya, tantangan ke depan tidak boleh diekspor, disiapkan sistem kustodian. 64 ton itu cadangan 64 ton satu tonnya misalnya hampir Rp 2 triliun itu mungkin berapa? Bagi Bank Indonesia, Bank Sentral, menyerap cadangan emas Indonesia itu sangat mungkin. Nah inilah peluang-peluang yang seharusnya dibuka ke depan," pungkasnya.
Simak juga Video: Sri Mulyani Ungkap Skandal Ekspor Emas Rp 189 T di Bea Cukai