Pemerintah menggulirkan program Kredit Industri Padat Karya (KIPK) untuk meningkatkan produktivitas daya saing. Industri padat karya itu antara lain makanan dan minuman, tekstil, hingga pakaian jadi.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan tren ini mencerminkan pentingnya dukungan pembiayaan demi meningkatkan kapasitas dan daya saing sektor IPK. Terlebih sektor tersebut berperan besar menciptakan lapangan kerja dan pemulihan ekonomi nasional.
Fasilitas KIPK diketahui menawarkan batas pinjaman mulai Rp 500 juta sampai Rp 10 miliar. Lalu ada pemberian subsidi bunga 5% dari pemerintah dengan alokasi anggaran Rp 260 miliar untuk pinjaman hingga 8 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi fasilitas kredit ini menawarkan batas pinjaman mulai dari Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar dengan total plafon kredit yang disediakan oleh pemerintah sebesar Rp 20 triliun, disertai pemberian subsidi bunga atua margin sebesar 5%, dengan alokasi anggaran tahun ini mencapai Rp 260 miliar," terang Agus dalam sosialisasi Program KIPK di Wisma Sabha Kantor Gubernur Bali, Kamis (4/9/2025).
Penting diperhatikan, fasilitas kredit tersebut hanya berlaku untuk kektor industri padat karya yaitu makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak.
Penyaluran kredit akan diawasi melalui mekanisme evaluasi rutin setiap tahun agar tetap tepat sasaran dan sesuai regulasi.
Jumlah penerima untuk tahun 2025 ditargetkan berkisar di antara 2.000 sampai 10.000 pelaku usaha. Melalui skema ini, pelaku IPK diberikan akses pembiayaan yang dapat digunakan untuk pembelian mesin peralatan produksi baru, pembiayaan modal kerja, atau pembiayaan ulang mesin peralatan.
"Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi serta meringankan biaya produksi dan pada gilirannya bisa meningkatkan daya saing," ujar Agus.
Syarat Penerima dan Bank Penyalur
Sebanyak 12 bank telah ditetapkan sebagai penyalur Kredit Industri Padat Karya (KIPK), di antaranya BNI, BRI, Bank Bukopin, Bank Nationalnobu, BPD Bali, BPD DIY, BPD Jawa Tengah, BPD Sumatera Utara, Bank Aceh Syariah, BPD Kalimantan Tengah, Bank Mandiri, serta Bank Kalimantan Barat.
Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 34 Tahun 2025 yang menetapkan kriteria penerima KIPK, di antaranya wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akun Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Serta, mempekerjakan sedikitnya 50 tenaga kerja selama minimal satu tahun terakhir. Selain itu, usaha yang mengajukan harus sudah berjalan minimal dua tahun dan bebas dari catatan kredit bermasalah. Namun, Agus menyebut siap mendesain ulang aturan demi memperluas penerimanya.
"Kita coba lebih menyasar kepada perusahaan yang bukan hanya memiliki pekerja di atas 50. Nanti kami akan coba redesign regulasinya, Pak Gubernur (Gubernur Bali Wayan Koster) tapi mohon maaf mungkin tidak bisa tahun ini. Jadi tahun ini kita jalan dulu dengan regulasi yang ada, dan tahun depan kita coba redesign," beber Agus.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut bahwa Industri Kecil dan Menengah (IKM) dan UMKM menjadi unsur penting bagi perekonomian Pulau Dewata. Adanya program KIPK diharapkan membantu pengusaha yang menghadapi isu permodalan.
"Sekarang dengan adanya kredit ini disubsidi bunganya 5%, biasanya pinjaman itu 7% bunganya, berarti hanya 2%, ini luar biasa akan memacu pertumbuhan IKM di Bali, UMKM juga, termasuk yang kecil mungkin akan meningkat jadi menengah, menengah akan naik jadi lebih besar lagi," sebut Koster.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Tri Supondy, menyebut program ini sudah bisa disalurkan oleh perbankan. Namun ia menegaskan prosesnya harus melalui proses administrasi yang ada.
"Sebenarnya perbankan sudah bisa menyalurkan, tergantung kecepatan perbankannya. Tentu ada administrasi yang harus dilakukan karena ini tetap prudent ya. Walaupun ini kita suport masyarakat, industri padat karya, tapi tetap harus prudent," ujar Tri.
(ily/hns)