Badan Legislatif DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bersama pemerintah. RUU yang ditargetkan rampung tahun ini diharapkan bisa memberi jaminan perlindungan sosial yang lebih kuat terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Salah satu yang didorong adalah pemberian jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi PRT. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro mengatakan, saat ini sebenarnya sudah terdaftar 301 ribu PRT yang masuk kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
"Dalam konteks sistem jaminan sosial ketenagakerjaan kami mengkategorikan pekerja-pekerja yang mendapatkan perlindungan ini ada empat kategori. Satu pekerja penerima upah, yang kedua pekerja bukan penerima upah, yang ketiga pekerja yang bekerja di sektor jasa konstruksi, dan yang terakhir ada Pekerja Migran Indonesia (PMI)," ujarnya dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, sebanyak 279 ribu PMI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di negara-negara penempatan juga sudah terlindungi Jamsostek BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga, total PRT yang dilindungi mencapai 580 ribu.
"Jadi kurang lebih ada sekitar hampir 580 ribu pekerja, baik pekerja bukan penerima upah informal sektor maupun PMI yang bekerja di bidang domestic workers," tambah Pramudya.
Ia menambahkan, dalam RUU PPRT diusulkan bahwa pekerja rumah tangga akan berstatus sebagai pekerja formal. Terkait apakah iuran jamsosteknya akan bersifat wajib atau sukarela, Pramudya merujuk Undang-undang Sistem Jaminan Nasional (SJSN) tahun 2004 yang menyebut setiap pekerja berhak dilindungi jaminan sosial.
Meskipun, praktik yang dilakukan saat ini cenderung menunjukkan bahwa program jaminan tersebut masih bersifat opsional. Namun dengan adanya aturan baru maka diharapkan bisa memperkuat status PRT sehingga iuran Jamsostek PRT dibayarkan oleh para pemberi kerja atau majikan.
"Nah dengan adanya undang-undang ini kami harapkan ada penguatan sebenarnya, bahwa siapapun pemberi kerja majikan yang mempekerjakan pekerja rumah tangga maka secara otomatis dia yang membayarkan, walaupun kategorinya adalah kategori bukan penerima upah tapi yang bayar iuran adalah majikannya. Karena majikan ini mendapatkan nilai ekonomis dan juga pekerja rumah tangga ini," sebut Pramudya.
Besaran minimal yang bisa dibayarkan untuk memperoleh jaminan sosial ketenagakerjaan adalah Rp 16.800 per bulan. Menurut Pramudya, saat ini BPJS Ketenagakerjaan memiliki program Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda (SERTAKAN) untuk melindungi buruh di sektor informal.
"Inilah yang kami dorong dengan program SERTAKAN, pekerja-pekerja rumah tangga dalam kategori bukan penerima upah ini, itu dibayarkan (iurannya) oleh majikan-majikannya," tutur Pramudya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, menekankan bahwa RUU PPRT harus menjadi regulasi yang benar-benar memberikan jaminan perlindungan, mulai dari jaminan sosial, kesehatan, hingga kepastian kerja bagi para pekerja rumah tangga.
"RUU PPRT ini sudah belasan bahkan puluhan tahun tidak kunjung selesai. Karena masih ada kekhawatiran bahwa regulasi ini akan memberatkan pemberi kerja. Maka mekanisme yang diatur harus adil dan seimbang," ujarnya dalam rapat tersebut.
(ily/hns)