Bitcoin (BTC) menyentuh harga tertinggi sepanjang masa di level US$ 126.000 atau sedikit di bawah Rp 2,08 miliar (asumsi kurs Rp 16.577) pada perdagangan hari ini, Rabu (8/10/2025). Capaian ini menandakan kripto sebagai aset lindung di tengah ketidakpastian ekonomi.
Berdasarkan data pasar, harga BTC sempat menyentuh US$ 126.080 sebelum stabil di kisaran US$ 124.700. Kenaikan BTC diikuti penguatan harga Ethereum ke level US$ 4.600 dan koin XRP di harga US$ 2,9.
Pergerakan ini menunjukkan kepercayaan pasar terhadap aset kripto utama yang meningkat setelah periode konsolidasi di beberapa bulan terakhir. Kenaikan BTC ini didorong peningkatan arus masuk dana institusional seiring melemahnya dolar AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ETF Bitcoin yang diterbitkan sejumlah manajer investasi global seperti BlackRock dan Fidelity juga mencatat arus masuk miliaran dolar sepekan terakhir, yang berdampak untuk mempersempit suplai di pasar spot.
Penurunan cadangan BTC di bursa global ke titik terendah dalam enam tahun juga memperkuat tekanan kenaikan harga. Kondisi ini menandakan banyak investor yang menyimpan BTC di dompet pribadi untuk jangka panjang.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, kenaikan harga BTC menjadi sinyal kuat diakuinya aset digital dalam sistem keuangan global. Menurutnya, reli harga ini turut didorong oleh meningkatnya partisipasi institusi, bukan hanya investor ritel.
"Pencapaian harga US$ 126.000 merupakan bukti nyata bahwa Bitcoin telah memasuki fase kematangan baru. Saat ini, Bitcoin tidak lagi sekadar instrumen spekulatif, melainkan bagian dari strategi diversifikasi aset yang diakui oleh lembaga keuangan besar di seluruh dunia," ujar Antony dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/10/2025).
Antony menjelaskan, karakteristik pasar saat ini berbeda dibandingkan siklus sebelumnya. Pada 2021, euforia BTC lebih banyak digerakkan oleh faktor emosional dan partisipasi ritel.
Namun kini, penurunan cadangan bursa, hingga permintaan institusional yang stabil menjadi sentimen positif bagi pergerakan harga BTC. Ia menegaskan, faktor tersebut menciptakan fondasi lebih sehat bagi pertumbuhan jangka panjang.
"Kita tidak lagi melihat kenaikan berbasis hype. Kali ini, kenaikan Bitcoin dibangun atas dasar kepercayaan dan penerapan nyata di berbagai sektor, termasuk pembayaran lintas negara, aset treasury, hingga instrumen lindung nilai terhadap inflasi," jelasnya.
Dari sisi pasar domestik, Antony mencatat peningkatan signifikan di perdagangan INDODAX seiring dengan rekor harga baru ini. Volume transaksi dalam platformnya tercatat meningkat hampir 50%, dibandingkan periode sebelumnya.
"Bahkan dalam satu hari terakhir, bertepatan dengan Bitcoin ATH di US$ 126.000 volume trading INDODAX mencapai Rp 1 T. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin percaya diri terhadap investasi kripto dan mulai memandangnya sebagai bagian dari strategi keuangan jangka panjang," ungkapnya.
Antony menilai momentum ini juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperkuat peran di ekosistem kripto global. Dengan regulasi yang matang dan dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri aset kripto Indonesia berpotensi menjadi salah satu yang paling progresif di Asia Tenggara.
"Keterbatasan suplai Bitcoin yang hanya 21 juta unit menjadikannya asetbyang secara fundamental langka. Ketika permintaan terus tumbuh, terutama dari institusi besar, harga wajar Bitcoin akan cenderung terus meningkat," katanya.
Mengenai potensi pergerakan harga ke depan, Antony menyebut selama BTC mampu bertahan di atas level psikologis US$ 120.000, tren bullish masih sangat kuat. Pasalnya secara teknikal dan fundamental, kondisi pasar saat ini mendukung kenaikan lanjutan.
Ia pun mengingatkan strategi investasi yang konsisten dan terukur tetap menjadi kunci. Menurutnya, strategi pembelian bertahap atau Dollar-Cost Averaging (DCA) efektif menghadapi volatilitas.
"Investor kripto perlu tetap disiplin dan tidak terjebak pada euforia jangka pendek," pungkasnya.
(fdl/fdl)