Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta agar kebijakan penghapusan kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang macet diberlakukan kembali. Hal ini sebagai salah satu upaya mempercepat pemulihan pembiayaan sektor UMKM yang masih melambat.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, telah menyampaikan usulan tersebut ke Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian. Lalu, Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Keuangan akan menindaklanjuti mekanisme penerapannya sesuai dengan target yang ingin dicapai.
"Kami sudah sampaikan pada pemerintah untuk hal itu bisa dilihat peninjauannya, untuk bisa diperpanjang dan juga dilakukan penyesuaian-penyesuaian," kata Mahendra saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kredit Piutang Macet kepada UMKM di Bidang Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kelautan serta UMKM Lainnya. Berdasarkan data Kementerian UMKM, saat ini baru 67.668 debitur dengan utang Rp 2,7 triliun yang bisa direstrukturisasi utangnya, dari total 1 juta pengusaha.
Dengan keberlanjutan program tersebut, Mahendra menilai perbankan dapat menerapkan proses penghapusan kredit macet dengan segera. Menurutnya, semakin cepat kebijakan itu diterapkan, dampaknya ke UMKM akan lebih efektif.
"Ya justru kita lihat ini potensinya untuk bisa betul-betul lebih efektif, akan lebih baik untuk dilakukan segera," imbuh Mahendra.
Dari data OJK, kredit UMKM perbankan tumbuh melambat per Juli 2025. Secara tahunan (year-on-year/yoy), kredit UMKM hanya naik 1,82%. Menurut Mahendra, pertumbuhan kredit UMKM yang masih melambat ini dipengaruhi oleh lemahnya permintaan serta kondisi ekonomi lapisan masyarakat yang menjadi segmen utama UMKM.
"Memang pertumbuhan dari segi industri dan juga permintaan dan ekonomi di lapis yang dilayani oleh kelompok UMKM sampai belakangan ini memang lebih rendah daripada rata-rata. Tapi kita sudah mulai melihat adanya pemulihan di sektor riil yang terkait dengan pembiayaan UMKM itu sendiri. Kita harapkan bisa membaiknya," terangnya.
Selain lemahnya permintaan, ia juga menyoroti masih adanya sisa kredit macet di bank-bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang menjadi hambatan bagi ekspansi pembiayaan UMKM.
"Kedua, tadi ada elemen yang masih tersisa terkait dengan kondisi kinerja dari pembiayaan yang ada di berbagai bank, utamanya Himbara maupun BPD. Ini yang perlu dipulihkan dengan antara lain langkah melalui hapus buku, hapus tagih dari mereka yang masih ada dalam catatan di perbankan," jelas Mahendra.
Sebelumnya, Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan masih mandeg lantaran terkendala restrukturisasi di mana biayanya lebih mahal dan besar dibandingkan nilai utang UMKM.
"Maka dari itu target kita kemarin yang 1 jutaan debitur itu mau kita hapus tagihkan, itu sulit sekali terwujud karena tadi harus melalui proses restrukturisasi. Maka dari itu, melalui revisi Undang-Undang BUMN kemarin dibuka pintu masuk baru. Aturannya sekarang memungkinkan kita menghapus tagihan tanpa harus restrukturisasi bagi usaha mikro," ujar Maman dalam konferensi pers, di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).
Ia menerangkan revisi UU BUMN yang baru memberikan dasar hukum bagi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dan Danantara untuk mengatur mekanisme penghapusan utang tersebut. Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan BP BUMN serta Danantara dalam menindaklanjuti sisa utang UMKM yang belum dihapus.
Lihat juga Video: Pimpinan DPR Apresiasi Langkah Prabowo Hapus Utang UMKM











































