Bos OJK Beberkan Sektor Keuangan RI Stabil Meski Global Gonjang-ganjing

Bos OJK Beberkan Sektor Keuangan RI Stabil Meski Global Gonjang-ganjing

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 07 Nov 2025 15:57 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan paparan pada pertemuan The 4th Indonesia Fintech Summit yang diprakarasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, AFTECH, dan AFPI di Bali, Kamis (10/11/2022). OJK bersama pemerintah dan pelaku industri finansial teknologi berkomitmen terus mendukung peran industri fintech dalam mempromosikan pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung stabilitas keuangan nasional serta memberikan perlindungan optimal kepada masyarakat pengguna layanan fintech serta ekosistemnya. ANTARA FOTO/HO/Humas OJK/wpa/tom.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.Foto: ANTARA FOTO/HUMAS OJK
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga, meski kondisi global tengah mengalami tekanan. Indikator perekonomian global menunjukkan perlambatan aktivitas di berbagai kawasan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook yang diterbitkan bulan Oktober 2025 telah merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan global, seiring dengan tercapainya kesepakatan perdagangan dan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif.

"Kami dapat sampaikan bahwa Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Oktober yang dilakukan pada tanggal 29 Oktober menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga," kata Mahendra, dalam Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) Oktober 2025, Jumat (7/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski kondisi global diproyeksikan membaik, namun kinerja ekonomi dari dua negara adidaya Amerika Serikat (AS) dan China justru mengalami pelemahan. Di AS sendiri, kinerja perekonomian cenderung melemah, dengan pasar tenaga kerja yang mulai tertekan.

"Pasar tenaga kerja yang mulai tertekan, berlanjutnya government shutdown serta default beberapa perusahaan yang menjadi perhatian pasar. Di sisi lain, Bank sentral Amerika, The Fed dinilai akan lebih akomodatif dengan menurunkan suku bunga kebijakan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Sedangkan di China, beberapa indikator utama di sisi permintaan tercatat di bawah ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III melambat dengan konsumsi rumah tangga yang masih tertahan.

"Mengindikasikan masih lemahnya konsumsi domestik di ekonomi Tiongkok. Penjualan retail dan aktivitas di sektor property juga mencatatkan perlambatan," kata dia.

Sementara itu, di dalam negeri sendiri, Mahendra mengatakan Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang solid di mana pada kuartal III 2025 ekonomi tumbuh 5,04%. Lalu Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur tetap berada di zona ekspansif.

Menurut Mahendra, perlu dicermati perkembangan permintaan domestik yang masih memerlukan dukungan lebih lanjut. Hal ini seiring dengan moderasi inflasi inti, tingkat kepercayaan konsumen, serta tingkat penjualan retail, semen, dan kendaraan.

"OJK berkomitmen mendukung optimalisasi peran SJK (Sektor Jasa Keuangan) dalam pertumbuhan nasional antara lain melalui perluasan akses pembiayaan," kata Mahendra.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga, meski kondisi global tengah mengalami tekanan. Indikator perekonomian global menunjukkan perlambatan aktivitas di berbagai kawasan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook yang diterbitkan bulan Oktober 2025 telah merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan global, seiring dengan tercapainya kesepakatan perdagangan dan kebijakan moneter global yang lebih akomodatif.

"Kami dapat sampaikan bahwa Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Oktober yang dilakukan pada tanggal 29 Oktober menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga," kata Mahendra, dalam Konferensi Pers RDK Bulanan (RDKB) Oktober 2025, Jumat (7/11/2025).

Meski kondisi global diproyeksikan membaik, namun kinerja ekonomi dari dua negara adidaya Amerika Serikat (AS) dan China justru mengalami pelemahan. Di AS sendiri, kinerja perekonomian cenderung melemah, dengan pasar tenaga kerja yang mulai tertekan.

"Pasar tenaga kerja yang mulai tertekan, berlanjutnya government shutdown serta default beberapa perusahaan yang menjadi perhatian pasar. Di sisi lain, Bank sentral Amerika, The Fed dinilai akan lebih akomodatif dengan menurunkan suku bunga kebijakan," ujarnya.

Sedangkan di China, beberapa indikator utama di sisi permintaan tercatat di bawah ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III melambat dengan konsumsi rumah tangga yang masih tertahan.

"Mengindikasikan masih lemahnya konsumsi domestik di ekonomi Tiongkok. Penjualan retail dan aktivitas di sektor property juga mencatatkan perlambatan," kata dia.

Sementara itu, di dalam negeri sendiri, Mahendra mengatakan Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang solid di mana pada kuartal III 2025 ekonomi tumbuh 5,04%. Lalu Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur tetap berada di zona ekspansif.

Menurut Mahendra, perlu dicermati perkembangan permintaan domestik yang masih memerlukan dukungan lebih lanjut. Hal ini seiring dengan moderasi inflasi inti, tingkat kepercayaan konsumen, serta tingkat penjualan retail, semen, dan kendaraan.

"OJK berkomitmen mendukung optimalisasi peran SJK (Sektor Jasa Keuangan) dalam pertumbuhan nasional antara lain melalui perluasan akses pembiayaan," kata Mahendra.

(shc/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads