Korban investasi di PT Fikasa Grup meminta bantuan kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas kasus yang tak kunjung selesai sejak 2019. Para nasabah meminta agar dana yang telah mereka investasikan bisa kembali.
Kuasa hukum korban, Saiful Anam mengatakan, para korban dijanjikan mendapat keuntungan di kisaran 10%-15% untuk berinvestasi di tiga entitas Fikasa Grup yakni PT Wahana Bersama Nusantara (WBN), PT Tiara Global Propertindo (TGP), ataupun Koperasi Simpan Pinjam Alto (Kospina).
"Perusahaan tersebut dijalankan oleh Agung salim, Bhakti Salim, Elly Salim, Dewi Salim, dan ada yang namanya Christina Salim. Kemudian dana yang dihimpun tersebut dijanjikan keuntungan 10%-15% per tahun. Orang-orang itu mencantumkan diri sebagai key management Fikasa Group," ujar Saiful, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR di Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saiful menjelaskan, ketiga perusahaan itu menggaransi bisnis yang dijalankannya sebagai bisnis yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan rekam jejak bisnis Fikasa Group yang terpercaya dan menjanjikan. Seolah memberikan perlindungan, perusahaan juga memberikan Perjanjian Promissory Note atau bilyet sesuai nominal yang diinvestasikan dengan tanda tangan manajemen tadi.
"Dana yang dihimpun itu diinevstasikan kepada perorangan maupun perusahaan yang berafiliasi dengan Fikasa Group. Ada perusahaan di bidang perumahan hingga air minum, yang menarik perhatian para korban. Pada kenyataannya, sampai saat ini para korban tidak mendapat jaminan pengembalian dari TGP, WBN, dan Kospina," ujar Saiful.
Faktanya, perusahaan terkait tidak mendapat izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, hingga Bappebti. Sejak saat itu, para korban sudah melakukan berbagai macam cara agar investasinya dikembalikan, termasuk menempuh upaya hukum ke pihak kepolisian, dan melayangkan gugatan.
Perusahaan kemudian menggunakan skema kepailitan pada tahun 2020 yang menurut Saiful seakan-akan ingin mengulur waktu, padahal kenyataannya homologasi tidak pernah dijalankan Fikasa Group. ia menilai, upaya tersebut dijalankan dengan maksud mengemplang terhadap kewajibannya.
Proses penyelidikan dan penyidikan dari pihak kepolisian, hingga akhirnya pada tahun 2022 Pengadilan Tinggi (PT) Riau dan Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan bahwa para manajemen ditetapkan sebagai terpidana perkara menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin. Lalu dalam pidana pokok ini, kemudian barang buktinya digunakan untuk perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kemudian seluruh aset mereka yang merupakan struktur Fikasa Group dikembalikan ke korban. Namun anehnya, di Tingkat Kasasi, MA menyatakan bahwa dana yang sudah diputus tadi yang merupakan hasil tindak pidana dinyatakan bukan berasal dari kejahatan atau tindak pidana," kata Saiful.
"Inilah yang menjadi cikal bakal hak-hak korban ini kami rasa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku. TPPU yang semestinya diharapkan para korban ini tidak bisa diharapkan sepenuhnya karena MA kemudian membatalkan putusan yang memberikan angin segar bagi para korban untuk dikembalikan ke korban yang telah lama menunggu," sambungnya.
Atas kondisi tersebut, saat ini pihaknya sedang melakukan upaya hukum lanjutan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di PN Tangerang terhadap jajaran manajemen Fikasa Group yang saat ini sedang menjalankan hukuman di Rutan Tangerang. Saiful juga mengajukan tiga permohonan.
Pertama, memohon agar Komisi XI dapat memfasilitasi agar aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan, melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 3353 K/Pid.Sus/2024 yang telah melepaskan para terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Kedua, meminta OJK dan Pemerintah berkenan membantu para korban dalam menagih serta melakukan upaya-upaya konkret guna mengembalikan dana yang menjadi hak para korban yang telah sejak lama menurut kami kurang lebih sekitar 6 athun lamanya.
"Kami berharap adanya sinergi antara penegak hukum. pemerintah, dan lembaga-lembaga terkait lainnya dalam mewujudkan komitmen perlindungan terhadap korban investasi ilegal," tutup Saiful.
Simak juga Video: Bareskrim Bongkar Penipuan Berkedok Investasi Kripto Internasional











































