Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan kondisi keuangan BPJS Kesehatan positif ketika iuran naik. Sementara saat iuran tidak naik, BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit.
Berdasarkan data Kemenkes, pendapatan BPJS Kesehatan positif hanya pada 2016, 2019, 2020, 2021, dan 2022. Sementara sisa tahun lainnya selalu mengalami defisit. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan terakhir dilakukan pemerintah pada 2016 dan 2020.
"BPJS itu nggak pernah sustainable, dia positif kalau ada kenaikan iuran. Jadi, kenaikan iuran selalu telat, 2016 positif, 2021, 2022 positif. Ini negatif (tahun 2023, 2024, September 2025). Lagi, ini dinamika kenaikan iuran BPJS memang sensitif," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (13/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2023, pendapatan iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp 151,7 triliun, sementara beban JKN yang harus dibayarkan Rp 158,9 triliun. Lalu pada 2024, pendapatan iuran BPJS Kesehatan Rp 165,3 triliun dan beban Rp 175,1 triliun. Melihat kondisi tersebut, Budi menyebut iuran BPJS Kesehatan harus terus dikaji agar layanan kesehatan bisa berkelanjutan.
"Tetapi ini harus dikaji terus untuk menjaga sustainability dari kemampuan BPJS dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Maka kita bersama mengatakan bahwa iuran sangat-sangat murah dan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat," tuturnya.
Budi menyarankan agar BPJS Kesehatan hanya fokus kepada masyarakat kelas bawah. Sementara masyarakat kaya diarahkan untuk menggunakan asuransi swasta. Selain itu, juga terus dilakukan pembicaraan untuk penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
"Kita juga ingin sistem mekanisme iuran dibikin seefisien mungkin. di mana standar kelas rawat inap standar. Maksudnya apa, supaya ya sudah BPJS fokus di bawah aja. Saya bilang nggak usah cover yang kaya kaya, yang kaya kelas 1 biarin diambil swasta," pungkasnya.
Simak juga Video Purbaya Pastikan Iuran BPJS Tak Naik Sampai Pertengahan 2026
(ada/ara)










































