Mengenal Skema 'Tadpole', Cicilan Besar di Awal yang Rugikan Peminjam

Mengenal Skema 'Tadpole', Cicilan Besar di Awal yang Rugikan Peminjam

Shali Irda - detikFinance
Senin, 24 Nov 2025 14:21 WIB
Ilustrasi Pinjol
Foto: detikcom
Jakarta -

Industri pinjaman daring (pindar) kian diminati masyarakat sebagai alternatif layanan keuangan berkat kemudahan akses dan pilihan tenor cicilan yang beragam. Layanan ini dinilai membantu karena memungkinkan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan peminjam.

Tapi, belakangan ini muncul istilah skema tadpole, yakni pola cicilan dengan tagihan terbesar di awal. Nama ini diambil dari kata 'tadpole' yang berarti kecebong, menggambarkan bentuk kepala besar, badan kecil, dan ekor meruncing, serta hadir dalam berbagai variasi.

Salah satu pola yang kerap muncul adalah cicilan awal mencapai hingga 70% dari total pinjaman, sebelum angsuran berikutnya turun signifikan. Dalam sejumlah kasus, pembayaran awal dijadwalkan tidak tetap dan berdekatan, sehingga peminjam dituntut menyiapkan dana dengan sangat cermat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi peminjam jangka pendek untuk kebutuhan mendesak, cicilan awal yang besar kerap menjadi tekanan, memaksa penyesuaian keuangan lebih berat dari perkiraan dan meningkatkan risiko tersendat pada cicilan berikutnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menilai tekanan cicilan besar di awal berpotensi menimbulkan dampak serius. Menurutnya, kondisi tersebut dapat membuat peminjam kesulitan melanjutkan pembayaran, bahkan terdorong mencari pinjaman tambahan.

ADVERTISEMENT

"Hal ini tentu merugikan peminjam, karena yang terjadi adalah gali lubang tutup lubang. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa berujung pada risiko gagal bayar atau masuk ke pinjaman online ilegal," jelas Piter dalam keterangannya, Senin (24/11/2025).

Piter menilai skema tersebut sebagai praktik predatory lending karena memaksa peminjam membayar jauh lebih besar dari kebutuhan pinjaman sebenarnya, sehingga biaya menjadi tidak transparan dan merugikan peminjam.

Lebih lanjut, ia mengatakan industri pinjaman daring masih tergolong baru sehingga perlu pendalaman untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan industri dan pelindungan konsumen, termasuk memastikan skema cicilan disusun secara adil dan transparan.




(ega/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads