Wanita = Boros…?

Wanita = Boros…?

Eko Endarto - detikFinance
Rabu, 14 Sep 2016 07:03 WIB
Foto: Dok. Finansia Consulting
Jakarta - Menjadi wanita memang sedikit tidak menyenangkan, sebagian besar orang menganggap bahwa mereka adalah mahluk yang boros. Buktinya uang belanja yang dikasi suami tidak pernah cukup. Gerai baju wanita lebih banyak dari pria dan sebagian besar model terkenal adalah wanita dan menjajakan kelangkapan wanita pula. Apakah benar wanita identik dengan belanja dan boros.. ?

Wanita dan Belanjanya
Saya masih cukup ingat dengan salah satu buku pelajaran bahasa Indonesia saat saya di sekolah dasar dulu. Bila kita menyebut kata belanja, maka padanan kata yang tepat adalah ibu. Dulu saya terima saja padanan itu. Tapi saat ini saya bertanya-tanya, kenapa kalau ada kata belanja selalu identik dengan wanita? Apakah pria tidak pernah belanja?

"Ibu pergi berbelanja ke Pasar", tidak pernah ada "Ayah pergi berbelanja ke pasar"

Tapi sudahlah, tidak usah dibahas, karena toh wanita juga tidak protes dikatakan suka berbelanja, dan tidak marah pula dikatakan identik dengan belanja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kalau dikatakan boros, mungkin di sini masalahnya. Apakah wanita mau dikatakan boros? dan apakah tidak marah dikatakan boros? Sepertinya tidak.

Karena pria juga bisa berbelanja, dan sangat mungkin sekali bisa boros. Bahkan lebih boros dari kaum wanita.

Sebenarnya apa sih yang dikatakan boros itu? Boros itu bila kita berbelanja sangat banyak dan sangat besar. Jadi walaupun punya uang, kalau kita berbelanja banyak maka dikatakan boros. Apalagi kalau tidak punya uang dan belanja banyak; udah boros belagu pula.

Sampai saat ini memang harus diakui kalau berbicara tentang boros maka kita hampir selalu berpikiran negatif ya tentu saja, banyak belanja pasti menghabiskan banyak uang kan? ya pasti negatiflah.

Namun bisakah boros itu bersifat positif?

Boros yang positif

Mungkin Anda akan sedikit heran dengan kata ini, boros yang positif, apakah bisa? Terus terang saya adalah orang yang suka keseimbangan, kalau ada negatif pasti ada positif, maka kalau ada boros yang negatif pasti juga ada boros yang positif. Nah karena boros identik dengan mengeluarkan uang untuk berbelanja, maka boros bisa menjadi positif bila:

1. Boros Anda sudah dianggarkan
Anggaran boros? Sepertinya aneh, tapi menurut saya tidak juga pengeluaran bisa dikatakan boros bila pengeluaran tersebut terlalu besar, namun terlalu besar dibandingkan apa? Nah ini dulu yang harus diluruskan. Sesuatu pengeluaran akan menjadi besar atau kecil bila dibandingkan dengan standar yang telah kita tetapkan. Jadi misalnya untuk membeli sepatu kita tetapkan angkanya sebesar Rp 1 juta, dan kemudian ternyata realitasnya Rp 1,5 juta, maka kita telah melakukan pemborosan sebesar Rp 500 ribu.

Tapi kalau anggaran pembelian tersebut sebesar Rp 1,5 juta dan habisnya Rp 1,5 juta maka kita tidak boros benar nggak? Jadi tidak ada salahnya bila kita menganggarkan pemborosan kita. Mau beli tas seharga Rp 5 juta tahun depan, Cuma menyisihkan sebesar Rp 500 ribu kok tiap bulan, dan dijamin tahun depan bisa boros sebesar Rp 5 juta. Jadi kita tidak boros kan.

2. Boros sebagai investasi
Mungkin kita iri dengan rekan di kantor kita. Tasnya kok bagus benar ya, bajunya kok bermerk itu ya? Atau sepatunya selalu berganti. Apa tidak boros?

Tapi pernahkan kita bertanya apa alasannya dia membeli tas yang bagus dan mahal itu, baju yang merknya mentereng itu dan sepatu yang selalu berganti?

Bisa jadi karena itu adalah modal dia agar bisa tampil lebih meyakinkan dalam bekerja. Untuk profesi tertentu, bisa jadi mereka memang membutuhkan sesuatu yang dianggap orang lain dengan pemborosan. Seorang public figure, artis, marketing, public relation bisa jadi memang membutuhkan hal itu untuk menunjang profesinya.

Todal lucu kan kalau seorang MC sepatunya belel? Atau seorang marketing menggunakan tas seharga Rp 75 ribu, tentunya hal itu tidak membuat nilai plus di penampilan mereka. Nah untuk mereka yang seperti ini mengeluarkan uang lebih banyak bukan berarti pemborosan, karena bagi mereka ini adalah investasi. Sebab dengan pengeluaran yang lebih besar dari orang lain tadi ia berharap mendapatkan nilai lebih yang pada ujung-ujungnya akan meningkatkan nilai dirinya sehingga bisa lebih sukses di kantornya, dan pastinya akan bisa membantu perusahaan tempatnya bekerja.

3. Boros sebagai Pekerjaan
Seorang rekan wanita saya di kantor setiap 2 bulan sekali selalu mengambil libur 1 hari di tiap jumat untuk bepergian ke luar negeri. Pengeluarannya setiap melakukan perjalanan bisa jadi sekitar Rp 4-5 jutaan. Jadi cukup besar.

Namun ada yang menarik setiap dia pulang dari luar negeri itu. Dia selalu menggunakan baju baru lengkap dengan asesorisnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ternyata selama ia melakukan perjalanan itu, dia memang berbelanja. Tapi dia tidak hanya berbelanja untuk dirinya sendiri tapi untuk orang lain. Lho kok? Itu mungkin pertanyaan Anda, memang benar rekan kantor saya tadi memiliki usaha konveksi yang cukup maju. Nah setiap dia ke luar negeri, tujuannya adalah untuk mendapatkan barang baru yang siap dilepaskan ke pasaran. Minimal sih pasar paling dekatnya yaitu rekan sekantor.

Jadi untuk Anda yang sudah sering disebut pemboros, ketika pemborosan Anda ternyata sama seperti di atas, saya menganggap Anda tidak boros. Dan untuk yang belum boros, boroslah dengan perencanaan seperti di atas. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads