Begini Cara Mengatur Keuangan Untuk Pekerja Baru

Begini Cara Mengatur Keuangan Untuk Pekerja Baru

M. Kharisma - detikFinance
Senin, 19 Sep 2016 07:53 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Di banyak kelas atau workshop perencanaan keuangan yang pernah kami selenggarakan di IARFC Indonesia (www.IARFCindonesia.com), peserta pada umumnya adalah para pekerja yang telah memiliki anak (orang tua) atau yang sudah menjelang masa pensiun dengan penghasilan yang tergolong cukup besar. Namun, akhir-akhir ini saya cukup dikejutkan dengan tingginya minat para calon pekerja atau fresh graduate, yang ternyata mulai tertarik untuk sedari dini belajar mengelola keuangan dengan cara yang benar.

Terbesitlah dalam pikiran saya untuk mengulas sedikit tentang bagaimana aplikasi dari perencanaan keuangan bagi para 'mantan pelajar' yang telah memasuki babak baru dalam kehidupannya. Adakah perbedaan dengan mereka yang telah berpuluh-puluh tahun bekerja?

Sebagai pekerja yang masih tergolong fresh graduate, saat mulai meniti karir, memang pada umumnya penghasilan yang didapat kurang lebih akan sebesar (atau sedikit di atas) upah minimum di suatu daerah atau provinsi. Lagi-lagi semuanya akan bergantung pada posisi serta tempat seseorang bekerja pada awal masa karirnya. Hal tersebut bukanlah suatu masalah berarti, karena toh biasanya para pekerja baru belum memiliki tanggungan hidup sehingga dapat lebih leluasa dalam mengelola penghasilan yang didapat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang pertama kali harus dilakukan oleh para pekerja baru adalah mengamati pos penghasilan dan pengeluaran yang dilakukan. Kalau mau menggunakan proporsi yang ideal, sebaiknya kita dapat membagi penghasilan ke dalam beberapa pos pengeluaran rutin, seperti zakat atau berderma sebesar 5%, menabung atau berinvestasi sebesar 15%, cicilan utang (jika ada) maksimal 30%, sehingga konsumsi (makan, transportasi, jajan) akan menghabiskan sisa 50% dari penghasilan.

Dengan telah membaginya ke beberapa pos pengeluaran tersebut, maka kita dapat memperlakukan seolah-olah penghasilan yang dimiliki adalah setengah dari gaji yang didapat sekarang.

Jika tidak menyiasati dengan cara seperti itu, bisa ditebak, seperti yang juga seringkali kita dengar bahwa berapa pun penghasilan yang diterima tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan kita yang juga akan terus meningkat. Sekarang bagi yang berpenghasilan Rp 5 juta setiap bulannya mungkin akan beranggapan bahwa kalau gaji sudah mencapai Rp 10 juta, Anda akan lebih tenang dalam mengelola penghasilan tersebut sehingga bisa maksimal menyisihkan dana untuk masa depan. Kenyataannya? Ketika gaji Rp 10 juta tercapai, Anda akan kembali berpikir bahwa kalau saja gaji saya Rp 20 juta mungkin akan lebih mudah untuk menabung atau berinvestasi, dan seterusnya.

Sifat dasar manusia yang gampang tergoda untuk menggunakan dana setara tunai (kas) yang ada di tabungan menjadi tantangan selanjutnya. Itu kenapa, setelah berhasil menyisihkan penghasilan, saya sendiri selalu mencoba untuk tidak menempatkan dana terlalu banyak pada tabungan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti investasi rutin dan melakukannya secara auto debet setiap akhir atau awal bulan. Apabila ingin dalam bentuk fisik dan memiliki cukup dana, Anda dapat mengkonversi kelebihan dana yang ada ke dalam bentuk logam mulia (emas 24 karat) dengan pecahan kecil semisal 5 gram atau 10 gram. Intinya, besaran gaji bukanlah penentu, melainkan cara kita 'mengakalinya' lah yang lebih penting.

Yang kedua, tetapkanlah target pribadi kita sebagai pekerja. Tentu akan lebih terasa kerja keras kita apabila pada nantinya terdapat suatu aset yang dapat dilihat secara fisik dan sekaligus juga dapat digunakan untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Memiliki kendaraan adalah salah satu target umum yang seharusnya para pekerja telah menetapkannya sedari awal. Sisihkan 15% dari penghasilan yang ada tadi untuk sebagian diperuntukkan sebagai modal pembayaran awal (DP) dari kendaraan yang sudah kita cita-citakan untuk miliki. Dengan begitu, sebagian penghasilan yang ada akan dengan sendirinya lebih ikhlas untuk disisihkan karena adanya tujuan ini.

Semakin besar keinginan kita di masa depan, tentu akan membuat kita semakin bersemangat untuk menyisihkan sebagian dari penghasilan yang ada. Itu kenapa, buatlah daftar tujuan yang hendak dicapai beserta jangka waktunya. Dengan begitu, seluruh daya dan upaya dari diri kita juga akan mengarahkan kita kepada tujuan-tujuan tersebut.

Terakhir dan yang terpenting, janganlah pernah ragu untuk meningkatkan diri kita ke 'kelas' yang lebih tinggi. Mengikuti pertemuan, seminar, kelas, atau kursus untuk tujuan pengembangan diri merupakan salah satu wujud nyata agar kita tidak tinggal diam dan menerima begitu saja atas apa yang telah dihasilkan saat ini. Menyambung poin sebelumnya, pos pengeluaran untuk hal ini juga dapat masuk ke bagian investasi loh, karena aset terbesar yang kita miliki adalah diri kita sendiri, maka investasilah pada diri kita sendiri juga.

Merencanakan keuangan bukan berarti melarang atau mengabaikan kebutuhan akan hiburan atau entertainment bagi seseorang. Selama pos-pos pengeluaran yang ada telah terbagi dengan proporsional, maka Anda dapat menggunakan kelebihan dana bulanan yang ada untuk memenuhi kebutuhan ini. Apabila persentase di luar konsumsi rutin bulanan ataupun dari sisi cicilan utang ternyata masih memiliki keleluasaan, maka tentu sisanya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan di luar kebutuhan primer yang ada.

Kedepannya, pasti siapa pun mendambakan untuk memiliki aset yang lebih besar lagi, seperti dalam bentuk rumah tinggal ataupun aset produktif lainnya. Fokus dan disiplinlah dalam menjalankan poin-poin yang disebutkan sebelumnya. Ke depan, jika telah menuai hasil dari kedisiplinan yang Anda lakukan, maka jangan terkejut jika keinginan-keinginan yang Anda telah buatkan daftarnya tadi ternyata bukan lagi menjadi mimpi. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads