Soal Investasi, Yang Muda Yang Lebih Agresif

Soal Investasi, Yang Muda Yang Lebih Agresif

M. Kharisma - detikFinance
Senin, 26 Sep 2016 06:55 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Sepertinya hampir setiap bulan kita dapat menemukan acara-acara ataupun bazar yang berisikan para institusi keuangan dengan beragam bentuk penawaran atas produk-produknya, bahkan sekarang bukan hanya di perusahaan atau di hall mewah saja lokasi acaranya, mall pun sudah kerap dijadikan tempat untuk menggelar acara tersebut.

Lalu pertanyaannya, sudahkah kita menjadi 'pelaku' dan bukan hanya menjadi 'penonton'?

Jika sedikit ditarik mundur, survei salah satu koran ternama di tanah air pada awal tahun 2000-an mengungkapkan, pada saat itu mayoritas masyarakat Indonesia ternyata tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, mereka berpandangan yang disebut jangka panjang adalah bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan untuk satu tahun ke depan. Ya, satu tahun.

Mengapa demikian? Silakan tanya pada diri kita sendiri atau orang tua kita, ke manakah mereka menempatkan dana di produk keuangan?

Jawabannya biasanya tidak jauh dari tabungan atau deposito. Mengingat deposito biasanya jatuh tempo paling lambat satu tahun ke depan, maka tidak mengherankan juga apabila menganggap jangka panjang 'versi tahun 2000-an' adalah satu tahun.

Pada pertengahan tahun 2000-an sampai dengan sekaranglah, bahkan sebenarnya baru sangat gencar disosialisasikan beberapa tahun terakhir, mulai banyak bermunculan perusahaan ataupun institusi keuangan yang menawarkan produk dengan ragam peruntukkannya.

Kembali lagi, sebenarnya tidak bisa dilepaskan juga peran para perencana keuangan dalam membantu mereka untuk dapat lebih masif lagi menawarkan produk di mana masyarakat mungkin sudah cukup familiar dengan nama-namanya.

Dari sisi investor (masyarakat umum), penting bagi kita untuk setidaknya menjadikan rumus yang kerap digunakan di negara maju, yaitu '100 minus usia' sebagai patokan.

Maksudnya adalah, yang saat ini masih berusia 30 tahun, berarti apabila 100 dikurangi 30 menjadi 70, maka seharusnya 70% dari kelebihan dana yang dimiliki setiap bulan dapat dimasukkan ke instrumen yang agresif, semisal di pasar modal.

Pertanyaan yang selanjutnya mungkin diajukan adalah; 'wah saya hanya dapat menyisihkan dana beberapa ratus ribu tiap bulan, mungkinkah?'

Jawabannya jelas mungkin, saat ini para calon investor sudah sangat terbantu dengan banyaknya ragam investasi yang memungkinkan mereka untuk dapat berinvestasi mulai dari dana yang sangat minim, bahkan Rp 100 ribu pun bisa.

Maka alasan yang mengatakan untuk dapat mulai berinvestasi membutuhkan persiapan waktu bertahun-tahun tidak lagi relevan untuk saat ini.

Coba cek kembali tujuan kita di masa mendatang. Untuk yang masih berusia sangat produktif, sering saya tekankan bahwa dalam investasi yang paling penting adalah memulai.

Karena tentu kita semua akan pensiun kan? Yang masih baru menikah dan memiliki anak, tentu juga mau menyekolahkan anak sampai pendidikan tingkat lanjut kan?

Itu kenapa pentingnya untuk memulai karena semakin dini memulai, maka kebutuhan dana untuk diinvestasikan juga akan semakin rendah.

Pada perjalanannya, tentu akan ada risiko-risiko yang melekat dari produk-produk investasi, apalagi yang berasal dari produk pasar modal.

Namun, apabila masih ditujukan untuk kurun waktu semisal tadi disebutkan pensiun di mana masih di atas 10 tahun lagi, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan melainkan khawatirlah apabila kita tidak dapat disiplin dalam melakukan investasi.

Ingat, seaman-amannya kita menempatkan dana pada produk yang katanya tidak berisiko (risk-free), ternyata kita tetap menghadapi risiko penurunan nilai uang kita (secara riil) di masa mendatang.

Kesalahan umum yang masyarakat sering lakukan dalam berinvestasi adalah adanya faktor emosi. Faktor inilah yang dapat membuat kita berinvestasi dengan tidak disiplin, sampai bahkan memutuskan untuk tidak lagi berinvestasi.

Hal tersebut dapat terjadi karena investasi dilakukan hanya karena mengikuti arus orang banyak dan bisa ditebak, dalam pasar modal di mana harga akan selalu berfluktuasi, kebanyakan bagi mereka yang berinvestasi dengan emosi adalah membeli pada saat orang ramai-ramai membeli (harga tinggi) dan menjual pada saat orang ramai-ramai menjual (harga turun), sehingga yang terjadi, seperti yang banyak orang katakan, bukannya untung malah buntung.

Itu kenapa, gerakan literasi keuangan atau sosialisasi terhadap produk-produk keuangan yang dikeluarkan oleh institusi selain bank, seperti perusahaan sekuritas ataupun manajer investasi, yang saat ini semakin gencar dilakukan, ditambah dengan adanya dorongan langsung dari regulator, seharusnya membuat kita yang masih produktif bekerja tidak memiliki alasan untuk tidak terjun langsung dan setidaknya mulai mencari tahu produk-produk yang dapat dijadikan alternatif investasi bagi para investor ini.

Pelajari dengan seksama, dan yang terpenting miliki pendirian dalam berinvestasi dengan tidak mudah tergoda akan tawaran investasi yang 'seolah-olah agresif' karena saat ini yang paling baik bukanlah investasi High Risk High Return, tetapi High Return, Managable Risk.

(ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads