Lifestyle vs Wealthstyle

Lifestyle vs Wealthstyle

Aidil Akbar - detikFinance
Rabu, 12 Okt 2016 07:17 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Dalam tulisan sebelumnya pernah dibahas tentang Fenomena Gampang melipatgandakan uang (terkait kasus yang sedang ramai dibicarakan beberapa minggu belakangan). Salah satu alasan juga yang belum sempat dibahas dalam tulisan tersebut adalah, bahwa Lifestyle juga menjadi salah satu penyebab mengapa orang ingin menjadi kaya secara instan, mendadak dan mudah.

Nah, Pertanyaan klasik yang paling banyak ditanyakan dalam setiap kelas, talkshow, seminar, atau pun sharing session yang sering meminta saya sebagai pembicara atau pengisi acara adalah: "Pak bagaimana pembagian uang belanja bulanan yang benar?" atau "Pak, seberapa besar sih seharusnya tabungan dan investasi diambil dari gaji bulanan saya?" Saya yakin sebagian dari anda juga mempunyai pertanyaan yang sama atau mirip.

Kenapa hal ini sering kali dipertanyakan? Karena sampai saat ini pun, masih banyak anggota masyarakat (seperti anda) yang kesulitan mengatur uang belanja bulanan. Becandaan seperti gaji saya 3 koma alias tanggal 3 sudah koma, sudah sering kita dengar. Bahkan kondisi saat ini di mana kita semua akui bersama bahwa biaya hidup semakin mahal, maka gaji 3 koma sering diplesetkan menjadi 3 jam sudah koma. Alias baru gajian jam 9 pagi, jam 12 siang gaji tersebut sudah lenyap tidak berbekas, hanya tinggal tersisa sedikit untuk anda bertahan hidup sampai gajian bulan depan (yang masih 29 hari lagi).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam salah satu komponen pengeluaran kita, untuk banyak orang sering kali terdapat komponen pengeluaran yang disebut dengan Lifestyle. Lifestyle bagi berbagai orang mempunyai standar yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan makan di restoran atau mal 2-3 kali per bulan sudah termasuk lifestyle. Ada yang mengatakan punya HP keluaran terbaru bergambar buah, termasuk lifestyle. Ada yang bilang kalau sering nongkrong di cafe shop termasuk kategori lifestyle. Sampai yang mengenakan mobil mewah, barang branded, dan jalan-jalan ke luar negeri termasuk kedalam kategori lifestyle. Yang manakah anda?

Belanja, penampilan dan kegiatan apa pun yang tidak menambah performa anda (apalagi tidak menambah penghasilan), sebaliknya menaikkan tingkat gengsi anda, akan termasuk ke dalam yang disebut dengan lifestyle ini. Itulah sebabnya sering kali kita melihat orang-orang yang membelanjakan bonus tahunannya dengan membeli barang-barang yang relatif mahal. Bahkan banyak dari mereka yang sudah membeli barang tersebut jauh-jauh hari sebelum bonusnya keluar, karena dipermudah dengan menggunakan kartu kredit.

Sebagian orang berargumentasi 'memangnya tidak boleh belanja dan beli barang? Kan untuk menyenangkan diri sendiri'. Jawabannya adalah boleh doooonk, selama lifestyle anda tidak mengganggu keuangan anda sekarang dan tidak mengganggu 'Wealthstyle' anda. Lha apalagi itu?

Bingung? Ya jelas lah wong istilah ini saya yang pakai sejak tahun 2005 dan tidak banyak orang yang mengerti. Secara sederhana wealthstyle sendiri sebuah proses di mana kita meningkatkan (Bahasa kerennya optimalkan) antara active dan passive income kita dengan tujuan dapat digunakan saat ini, dan lebih diutamakan untuk masa depan. So, bila dilihat dari karakternya, wealthstyle sepertinya berlawanan dengan lifestyle yang lebih mengutamakan penampilan dan tampilan yang 'wah' saat ini.

Saya sampai pernah mengeluarkan sebuah quote dengan isi seperti ini :
"Rich People Stay Rich by Living Like They're Broke; Broke People Stay Broke by Living Like They Rich"

Kok bisa seperti itu sih? Well, kalau kita perhatikan dan mau jujur, untuk anda yang masuk kategori kelas menengah (bisa ke atas dan ke bawah alias belum kaya kaya banget) sebenarnya pos pengeluaran anda untuk membiayai lifestyle anda juga diambil dari pos pengeluaran untuk 'membiayai' wealthstyle anda di masa depan.

Dengan kata lain, ketika 100% penghasilan anda sudah terpakai 80-90% untuk membiayai hidup anda dan keluarga termasuk di dalamnya belanja bulanan, transportasi, cicilan rumah, cicilan kendaraan, dan pengeluaran lainnya, maka anda akan stuck dengan sisa uang anda yang 5%, 10% atau 20% ini. Nah anda punya pilihan menggunakan dana sisa ini untuk lifestyle anda atau untuk wealthstyle anda.

Mayoritas orang Indonesia yang saya kenal, lebih memilih menggunakannya untuk lifestyle. Mengapa? Karena lebih enak dan lebih mudah menggunakan uang anda untuk lifestyle karena dipakai sekarang dan 'kelihatan orang lain' dibandingkan di investasikan untuk masa depan anda (menunda memakainya sekarang). Akibatnya mudah ditebak, anda tidak punya investasi. Boro-boro investasi, kalau tabungan saja anda tidak punya.

Padahal hal-hal seperti ini sebenarnya bisa kita latih lho. Dan kalau anda mau ada workshop singkatnya yang bisa membantu anda memisahkan antara lifestyle dan membentuk wealthstyle. Beberapa di antaranya yang kami rekomendasikan bisa anda cek atau buka di sini dan di sini. Bahkan ada juga yang menggunakan ujian seperti di sini dan di sini. Bahkan untuk yang di luar kota juga ada di sini dan di sini.

So, sekarang pilihan dikembalikan ke diri anda. Apakah anda mau memperbesar lifestyle dan mengorbankan masa depan anda dan keluarga, atau anda ingin punya wealthstyle yang tinggi? Kalau saya disuruh memilih, saya akan ambil dua-duanya, bagaimana bisa mempunyai wealthstyle yang bagus untuk masa depan, di saat yang bersamaan tetap bisa mempertahankan lifestyle yang lumayan. Bagaimana caranya hayoooooo? Sini… sini belajar. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads