"Pihak Grab sama Gojek (aplikator) dia bisa memperkirakan di algoritma mereka satu pengemudi itu pendapatannya berapa, mungkin kalau over supply mereka akan berhenti menerima (driver ojol)," kata Budi kepada detikFinance, Senin (12/8/2019).
"Jadi by sistem yang atur aplikator," lanjutnya.
Budi mensimulasikan misalnya dalam suatu kota membutuhkan 1.000 driver dilihat dari jumlah penumpangnya. Maka aplikator hanya menghidupkan 1.000 driver saja untuk melayani pesanan.
"Mungkin yang dimaksud kuota adalah bukan jumlah kendaraan dan pengemudi, tapi yang atur kuota aplikator sendiri, misalnya hitungan teoritisnya Jakarta dilayani 1.000 kendaraan nanti yang atur itu aplikator, dia hidupkan 1.000 saja berarti. Saya kira bisa ya," kata Budi.
Budi mengatakan memang belum ada aturan formal mengatur banyaknya pengemudi yang beroperasi. Diskusi terakhirnya dengan para aplikator menyepakati para aplikator yang mengatur berapa banyak ojol yang beroperasi.
"Dulu kita itu sudah wacanakan untuk berikan regulasi formal, tapi aplikator bilang kan pertumbuhannya ojol ini bagus. Kemudian mereka mengatakan sistem itu dilakukan di algoritma mereka," kata Budi.
"Sementara belum kita atur formal secara regulasi karena waktu diskusi arahnya seperti itu," lanjutnya.