Jakarta -
Menyambung dari artikel sebelumnya, selain YOLO, generasi milenial juga dikenal dengan gaya hidup FOMO (Fear Of Missing Out) yaitu membelanjakan untuk hal yang tidak terlalu penting karena ingin dianggap selalu mengikuti tren. Misalnya membeli gawai keluaran terbaru atau sepatu olahraga yang sedang hits.
Hal ini juga berlaku dalam berinvestasi seperti membeli suatu jenis saham yang sedang diminati para influencer atau ikut-ikutan membeli produk investasi baru yang belum dipahami risikonya. Perilaku FOMO ini juga mendorong generasi milenial untuk lebih berani berhutang, bahkan berhutang untuk membeli produk investasi yang belum tentu akan memberikan imbal hasil yang diharapkan.
Menurut riset dari Northwestern Mutual 2018 Planning Progress Study, generasi milenial berusia 18-34 tahun memiliki utang terbanyak sepanjang tahun 2018. Kemudian menurut survei dari Credit Karma pada tahun 2018, 39% generasi milenial rela berhutang agar dapat mengikuti tren yang sedang berlangsung di komunitasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena ini menandakan pentingnya bagi generasi milenial untuk lebih meningkatkan literasi keuangan sehingga lebih memahami bagaimana mengelola utang dan keuangan pribadi secara keseluruhan.
Hal ini didukung oleh data Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2019 oleh OJK. Berdasarkan survei, ditemukan fakta bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia adalah sebesar 38,03% sedangkan tingkat inklusi keuangannya sebesar 76,19%. Perbedaan yang cukup lebar ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia yang telah menggunakan produk jasa keuangan, kurang memahami apa manfaat dan risiko dari produk jasa keuangan yang mereka gunakan tersebut.
Ciri-ciri generasi milenial yang unik, baik berupa kekuatan maupun kelemahan, memerlukan perhatian dan perlakuan yang berbeda dalam mengelola keuangan pribadi dan khususnya dalam berinvestasi.
Selain karakteristik di atas, generasi milenial saat ini juga dihadapkan pada beberapa tantangan berikut:
1. Persaingan dalam dunia pekerjaan dan usaha
Jumlah penduduk usia generasi milenial sebesar 69,9 juta jiwa adalah jumlah yang cukup besar. Mereka saat ini telah memasuki dunia pekerjaan dan usaha.
Jumlah yang besar ini tentunya sangat berpengaruh pada tingkat persaingan yang cukup berat, yang berakibat pada ketidakpastian memperoleh penghasilan. Mereka akan dihadapi pada masalah seperti bagaimana memperoleh penghasilan yang cukup untuk memenuhi gaya hidup? Bagaimana mengamankan dan mengembangkan harta dari penghasilan tersebut sehingga dapat memenuhi tujuan-tujuan keuangan di masa depan?
2. Inflasi yang terus meningkat
Inflasi adalah musuh besar dari nilai harta kekayaan. Menurut data BPS, inflasi rata-rata di Indonesia sejak Tahun 2018 sampai dengan September 2021 adalah berkisar antara 1,32-3,57%.
Namun demikian kenyataan yang ada di lapangan, inflasi dapat mencapai 5-10% dan bahkan 18% untuk dana pendidikan. Mengingat generasi milenial masih berada pada periode antara belum menikah sampai dengan keluarga muda, maka kebutuhan mereka di masa depan sangatlah besar terutama untuk kepemilikan rumah,
dana pendidikan dan dana pensiun. Oleh sebab itu, generasi milenial harus mampu mengelola penghasilannya untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
Menentukan nilai inflasi ini sangat fatal dalam proses perhitungan sebuah perencanaan keuangan. Itulah sebabnya penting untuk bisa dipelajari.
Bila berminat untuk belajar, kamu juga bisa belajar dengan melakukannya melalui workshop/kelas perencana keuangan bersertifikasi secara online secara mandiri (self study), mudah, terjangkau dan bisa belajar sesuai waktu kita atau juga workshop baik daring maupun secara langsung. Untuk info-info kelas secara online (self study) baik yang gratisan ataupun biaya terjangkau sekali, bisa dilihat di sini.
Dua tantangan terbesar bagi generasi milenial untuk berinvestasi sudah dibahas di artikel kali ini, masih ada 3 lagi. Apa sajakah itu? Akan kita bahas di artikel selanjutnya.