Dua yang pertama yakni tambang dan komoditas mulai menjadi idola setelah tren harga minyak dunia yang terus naik. Saham tambang terutama batubara ikut terkerek harganya karena kenaikan harga minyak membuat batubara jadi alternatif bahan bakar.
Begitupula dengan saham komoditas perkebunan menjadi idola seiring kenaikan harga pangan dunia dan tingginya kebutuhan CPO untuk bahan bakar nabati. Sedangkan emiten perbankan merajai lantai bursa karena kapitalisasinya yang besar terutama bank pelat merah. Β
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menilai wajar jika pekan lalu IHSG mencatat level terendah di tahun 2008 akibat aksi jual yang tinggi saham tambang dan komoditas. Penurunan yang terjadi sepanjang 2008 sebesar 21,6% menurut Budi masih dalam batas normal.
Senada dengan itu, pengamat pasar modal lainnya, Poltak Hotradero mengatakan penurunan indeks yang terjadi di Indonesia pekan lalu juga dialami bursa Asia lainnya.
"Sebagai perbandingan bursa Karaci sepanjang 2008 turun 31,5%, Bombay turun 38,5%, Shanghai turun 43,25%, dan yang terburuk adalah Ho Chi Min turun 53-57%," kata Poltak yang menjabat Kepala Riset Recapital Securities.
Namun Poltak mengingatkan, adanya potensi pasar modal di Indonesia yang masih menyediakan ruang luas untuk menguat. Indikasinya terlihat dari kapitalisasi pasar saham Indonesia baru sebesar 38% dari GDP.
"Kalau kita lihat seperti China misalnya 40% dari GDP, Vietnam mencapai 49%, India sudah 90%, Malaysia 160%, Singapura 275%. Jadi kalau dilihat dari sini, Indonesia masih memiliki ruang yang cukup luas untuk pengembangan pasar modalnya," tutur Poltak.
Untuk pengembangannya, otoritas pasar modal harus membuat banyak alternatif produk selain saham. "Jadi nanti tidak hanya fokus ke ekuiti," katanya. (ir/qom)