Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menjelaskan, WNA memiliki properti di Indonesia merupakan hak yang diberikan terbatas, sesuai usulan pengembang. Sehingga tidak berimbas pada rumah sederhana yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Warga asing diberikan secara terbatas, dengan harga juga pemberlakukan pajak yang lebih besar, seperti PPn BM (pajak penjualan barang mewah) 40%. Dan itu hanya di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Bali, atau kota pertambangan seperti Banjarmasin dan Samarinda," kata Setyo di kantornya, Simprug, Jakarta, Kamis (13/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, permintaan akan hunian relatif tinggi dan harganya pun terkantrol disesuaikan dengan kemampuan pembeli, termasuk bagi warga asing. Tidak mungkin properti kota yang masuk kategori kelas II menjadi buruan asing.
"Menurut data imigrasi warga asing mencapai 70.000 orang yang masuk. Itu tidak semua, sekitar 10% atau 7.000 orang. Dengan backlog 13,6 juta rumah, itu tidak sampai 1%. Asing juga tidak mungkin (membeli rumah) di Wonogiri," tuturnya.
"Dengan permintaan asing tinggi, maka daerah akan iri. Ya nggak bisa. Orang asing itu punya kegiatan di kota-kota tersebut (besar). Kalau daerah lain iri, kuncinya di infrastruktur, dan deklarasikan," tambah Setyo.
(wep/dnl)