Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia Eddy Ganefo mengatakan biaya perizinan membangun rumah sangatlah tinggi. Apalagi untuk membangun rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang seharusnya biaya perizinannya digratiskan atau disubsidi.
"Kalau untuk MBR, seharusnya biayanya nol, dan waktunya 1-2 bulan. Yang terjadi di lapangan, perizinan itu sampai Rp 10 juta/unit," kata Eddy saat ditemui di sela Ulang Tahun Apersi ke-15 di Hotel Santika, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (20/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mulai dari izin lokasi, IMB (Izin Mendirikan Bangunan), UKL dan UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), site plan. Itu belum termasuk sertifikasi, yang bisa mencapai Rp 4,5-7,5 juta," katanya.
Sayangnya, Eddy tidak menyebutkan pemerintah daerah mana yang menerapkan birokrasi yang mahal tersebut. "Tapi ada yang ngasih diskon, ada yang nol, itu yang maksimum," katanya.
Ironisnya, biaya perizinan tidak resmi untuk pembangunan rumah MBR tersebut sama dengan izin untuk membangun rumah komersil atau rumah mewah. Hal itu dirasa Eddy tidak sebanding.
"Kalau untuk komersil Rp 10 juta dengan harga Rp 1 miliar itu hanya 1%. Artinya kita mensubsidi rumah besar," katanya.
(zul/hen)