Misalnya di Kabupaten/Kota Tangerang, Tangerang Selatan Banten sebelum kenaikan harga rumah tapak subsidi hanya dijual Rp 95 juta, namun kini naik menjadi Rp 134 juta atau naik 40%. Lalu di Jawa Barat, harga rumah tapak semula hanya Rp 88 juta kini jadi Rp 115 atau naik 30%.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kenaikan harga rumah ini memang mencerminkan kebijakan perumahan di Indonesia yang tak berpihak kepada masyarakat menengah bawah.
"Kenaikan yang signifikan ini akan mempersulit masyarakat menengah bawah mendapatkan haknya untuk mendapatkan rumah, rumah makin tidak terjangkau," katanya kepada detikFinance, Rabu (7/5/2014)
Ia mencoba memberikan deskripsi soal ketimpangan kebijakan pemerintah, misalnya dalam program mobil murah atau Low Cost and Green Car (LCGC), pemerintah begitu mudah memberikan kemudahan fasilitas penghapusan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) untuk LCGC, sedangkan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah subsidi sulit keluar karena birokrasi.
Selain itu, program LCGC mematok harga jual mobil sebesar Rp 95 juta (off the road) dengan pengawasan ketat. Sedangkan harga rumah subsidi mudah mengalami kenaikan setidaknya sudah 2 kali dalam beberapa tahun terakhir.
"Kalau perumahan harusnya seperti angkutan umum harus diberikan kemudahan, karena kebutuhan dasar. Kendaraan pribadi seperti mobil itu bukan kebutuhan dasar. Ini kebijakan yang salah kaprah, sementara kebutuhan tertier seperi mobil malah diberikan kemudahan, apalagi pakai BBM subsidi," katanya.
Menurutnya pemerintah harus peka dalam memprioritaskan kebijakan. Di sektor perumahan subsidi masih banyak yang harus dibenahi khususnya pengawasan di lapangan.
"Faktanya di lapangan terjadi manipulasi kenaikan sepihak dari pengembang, belum lagi soal salah sasaran, seperti di rusun Kalibata (Jakarta). Intinya kebijakan pemerintah tak jelas, orang kaya untuk urusan mobil dikasih kemudahan, untuk urusan rumah malah makin berat," katanya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Properti Erwin Kallo mengatakan kenaikan harga rumah bersubsidi harus dilakukan pemerintah agar program pengadaan rumah layak bagi masyarakat bisa terwujud. Ia beralasan dengan tingginya harga tanah, kenaikan harga bahan bangunan tak mungkin pengembang menjual dengan harga lama dan bersedia membangun rumah subsidi.
"Itu mau tak mau ada kenaikan harga, kalau harga rumah ini nggak dinaikkan mana bisa pengembang bangun," kata Erwin.
Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah menetapkan harga baru untuk rumah bersubsidi mulai April 2014. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No 4 dan 5 tahun 2014. Ini daftarnya.
(hen/ang)











































