Salah satu isu yang menonjol adalah soal konflik pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) yang memang menjadi amanat UU No 20 Tahun 2011 tentang rusun. Faktanya, dari sekian ratusan rusun milik di Jakarta, hanya beberapa tower rusun yang murni dikelola oleh penghuni, sisanya dikelola oleh pengembang lagi, pasca serah terima kunci.
Kalangan pemilik dan penghuni rusun meminta perhatian pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) soal hak-hak mereka di rusun. Mereka juga sudah menyuarakan masalahnya ke Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji mengatakan penguasaan PPRS oleh pengembang bertentangan dengan UU rusun. Dalam UU tersebut, pengembang memang diberikan kewenangan memfasilitasi pembentukan PPRS, namun bukan masuk dalam PPRS.
"PPRS tadi dikuasai pengembang. Ternyata dia (pengembang) ingin menjadi moderator di dalam sana," kata Ibnu kepada detikFinance, Senin (29/08/2014).
Ia meminta Ahok segera melakukan memoratorium Surat Keputusan (SK) pembentukan PPRS. "Setelah kita tunggu selama 6 tahun tidak diselesaikan Pemda DKI. PPRS lahir dari SK Gubernur/Bupati/Walikota seharusnya SK PPRS harus dimoratorium dan direvisi," katanya.
Ia mengharapkan Ahok agar menerbitkan SK PPRS yang proporsional dan mengembalikan hak-hak sepenuhnya pengelolaan PPRS kepada pemilik apartemen dari tangan pengembang properti.
"Harus bermanfaat bagi masyarakat. SK PPRS itu hampir semua menyengsarakan masyarakat. Saya minta moratorium. Jadi ditunda dan dilakukan perbaikan dulu. Tujuan SK itu agar tercapai sisi keamanan dan kesejahteraan pemilik apartemen," imbuhnya.
Aperssi juga mendesak adanya pemblokiran pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) kepada pengembang. Pengembang bisa mendapatkan IMB lagi setelah menyelesaikan semua masalah proyek rusun terdahulunya.
Selama ini banyak penghuni apartemen yang belum memiliki AJB (Akta Jual Beli) atau bahkan SHM sarusun. Menurut Ibnu, ada pengembang yang tak memecah sertifikat induk rusun, dengan tujuan untuk diagunkan ke bank untuk mendapatkan modal untuk proyek di kawasan lain.
"Pengembang ini gali lobang tutup lobang. Kalau ada seperti ini tatanan masyarakat terganggu. Jangan kasih lagi pengembang itu hak untuk mengembangkan kawasaan berikutnya jika urusan dengan penghuni belum tuntas termasuk PPRS dan pengelolaan. Kebanyakan mereka pinjaman uang," tegasnya.
Bagi Anda yang punya pengalaman tak menyenangkan tinggal di rusun terkait dengan pengembang, atau masalah lainnya. Anda bisa mengirimkan cerita ke redaksi@detikfinance.com, dengan subjek 'rusun'.
(wij/hen)











































