Curhat Penghuni Rusun: Tolong Pak Jokowi Kami Jadi 'Sapi Perah' Pengembang

Duka Tinggal di Rusun

Curhat Penghuni Rusun: Tolong Pak Jokowi Kami Jadi 'Sapi Perah' Pengembang

- detikFinance
Kamis, 02 Okt 2014 11:07 WIB
Curhat Penghuni Rusun: Tolong Pak Jokowi Kami Jadi Sapi Perah Pengembang
Jakarta - Segala cara dilakukan oleh para penghuni rusun untuk memperjuangkan nasib mereka, karena merasa menjadi 'sapi perah' pengembang saat tinggal di rusun. Misalnya penghuni rusun di Jakarta sempat mengadukan masalah ini ke Ahok, sebagai wakil gubernur DKI Jakarta.

Bahkan seorang pembaca detikFinance, berinisial 'J' berupaya agar masalah konflik antara penghuni dengan pengembang rusun diketahui, dan bisa dicarikan jalan keluarnya oleh Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi).

"Tolong bantuan dan pantauan dari pemerintahan yang baru Bapak Joko Widodo untuk kami penduduk yang juga mendukung Bapak di pilpres. Kami yang tinggal di rusun ini juga rakyat biasa," kata J dalam surat elektroniknya, Kamis (2/10/2014)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia berharap, pemerintahan Jokowi nanti bisa menegakkan aturan soal UU No. 20 Tahun 2011 tentang rusun. Sehingga para penghuni bisa membentuk sendiri Pengelola Penghuni Rumah Susun (PPRS), tanpa pengembang yang cenderung merugikan penghuni rusun. Dengan membentuk PPRS sendiri, penghuni berharap biaya hidup di apartemen tak lagi 'mencekik'.

"Kami dipukul rata dianggap orang berada yang bisa diperas mati-matian oleh pengembang atau pengelola. Tolong perhatiannya juga untuk kami Pak Jokowi. Semoga ada solusi untuk kami para pemilik dan penghuni rusun se-Indonesia," katanya.

J mengaku, memiliki rusun di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, dan sudah tinggal di sana sejak 2011. Selama 3 tahun hidup di rusun, banyak beban yang harus ditanggung dengan tarif yang tinggi, seperti tarif listrik. J mengaku sudah berupaya berhemat dalam menggunakan listrik seperti menekan pengoperasian mesin cuci, AC, hingga TV, namun tagihan bulanan listrik di rusun menurutnya tetap tinggi.

"Yang anehnya, pembayaran listrik kami setiap bulan bisa mencapai Rp 400.000-Rp550.000! Dan yang anehnya lagi biaya listrik tersebut selalu terjadi tren kenaikan setiap 2 bulan sekali walapun dengan pemakaian listrik kami yang sama hematnya setiap hari," katanya.

Persoalan listrik hanya salah satu masalah yang J alami. Persoalan lainnya soal profesionalisme pengelola rusun, padahal dirinya sudah membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang tak murah.

"Semenjak kami menempati unit bulan September 2011, di unit kami selalu kebanjiran air kotor! Kami berada di lantai 1. Kebanjiran tersebut
selalu terjadi, di mana setiap tahun bisa mencapai 6-8 kali," katanya.

Selain pelayanan buruk dan tarif listrik yang tinggi, J juga harus menerima beban parkir kendaraan yang menurutnya terlalu membebani penghuni rusun.

"Kenaikan tarif parkir yang selalu naik dan juga mencekik para penghuni," katanya.

Bagi Anda yang punya pengalaman tak menyenangkan tinggal di rusun terkait dengan pengembang, atau masalah lainnya. Anda bisa mengirimkan cerita ke redaksi@detikfinance.com, dengan subjek 'rusun'.

(hen/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads