Sejumlah pengembang mulai merasakan peningkatan permintaan hunian baru sejak program uang muka KPR hanya 1% diluncurkan pada 1 Maret 2015. Mereka memperkirakan permintaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini akan meningkat sampai 30%
“Ini memudahkan masyarakat kelas menengah bawah mengakses rumah baru. Bagi pengembang sendiri, ini peluang yang harus ditangkap sehingga bisa menambah pembangunan perumahan baru. Ada peningkatan hampir 30% secara keseluruhan, tapi itu baru prediksi yang kami catat karena memang baru sebulan diluncurkan,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo kepada detikFinance, Senin (4/5/2015)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Peningkatan terbanyak ada di daerah Jawa Barat seperti Karawang, Bandung, Cikampek, dan Subang. Ini wajar mengingat harga rumah di luar Jabodetabek masih terjangkau masyarakat kelas bawah. Sementara di Jakarta dan sekitarnya fasilitas kredit ini tidak terasa karena harga rumah tapak saja sudah di atas Rp 200 juta,” jelasnya.
Sementara untuk di luar Pulau Jawa, permintaan perumahan bagi masyarakat kelas bawah masih stagnan.
Program uang muka 1% ini diperuntukan untuk MBR, kategori MBR adalah, pekerja formal yang bergaji di bawah Rp 4 juta bagi yang akan membeli rumah, dan pekerja formal yang bergaji di bawah Rp 7 juta/bulan untuk yang akan membeli rusun. Untuk sementara, fasilitas uang muka ringan ini baru dilakukan oleh Bank BTN.
Mulai 25 April 2015, Bank BTN meluncurkan program uang muka (DP) KPR hanya 1% untuk rumah subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) jenis tapak (landed house).
Namun sejak 1 Maret 2015, BTN juga telah melaksanakan program DP KPR hanya 1% bagi penerima KPR subsidi untuk jenis rumah susun sederhana milik (Rusunami).
(hen/hen)











































