Ini Strategi Pemerintah Percepat Realisasi Sejuta Rumah

Ini Strategi Pemerintah Percepat Realisasi Sejuta Rumah

Dana Aditiasari - detikFinance
Kamis, 10 Des 2015 09:45 WIB
Ini Strategi Pemerintah Percepat Realisasi Sejuta Rumah
Jakarta - Pemerintah menyiapkan sejumlah strategi guna mempercepat realisasi pembangunan dalam Program Sejuta Rumah. Strategi tersebut antara lain melonggarkan regulasi perizinan, menguatkan pasokan lahan, dan mendorong suplai bangunan murah.

Pertama, melonggarkan regulasi. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin menuturkan, kekuatan utama pemerintah dalam mendorong suplai dan permintaan rumah murah adalah regulasi. Pasalnya, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak pernah mencukupi kebutuhan untuk mengatasi defisit hunian.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2014, jumlah defisit hunian atau backlog dari segi kepemilikan mencapai 13,5 juta unit, sedangkan dari segi kepenghunian sekitar 7,6 juta unit. Kebutuhan akan rumah bertambah sekitar 800.000 unit per tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya kemudahan dari segi regulasi, terutama perihal izin membangun rumah, Syarif berharap para pengembang semakin tertarik menyediakan suplai papan yang murah dan layak huni.

Program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 29 April lalu di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, menargetkan pembangunan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR sejumlah 603.516 unit dan non-MBR sebanyak 396.484 unit. Adapun pencapaiannya per 20 November 2015 adalah 425.355 unit hunian bagi MBR dan 178.275 unit hunian bagi non-MBR.

“Pembangunan pada 2015 melebihi sebelumnya yang berkisar 400.000 unit per tahun, baik rumah MBR maupun komersial. Tahun depan, pengembangan akan lebih pesat karena pemerintah melakukan sejumlah percepatan,” ujar Syarif optimistis.

‎Pada level pemerintah pusat, Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri, dan pemangku kepentingan sektor papan lainnya masih menggodok perampingan 42 tahapan perizinan dalam membangun rumah menjadi hanya delapan langkah. Adapun bentuk payung hukum yang disiapkan untuk mengakomodasi peraturan tersebut ialah Instruksi Presiden.

Bila pembahasan rancangan peraturan tersebut sudah mencapai final, draft Instruksi Presiden bisa segera diserahkan kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk segera disahkan oleh Presiden.

Dengan adanya Instruksi Presiden baru, kewenangan penyederhanaan perizinan pembangunan berada di tataran pemerintah pusat. Oleh karena itu, Syarif mengimbau, agar pemerintah daerah juga dapat mengimplementasikannya dalam bentuk peraturan daerah ataupun peraturan gubernur dan bupati/walikota.

Adapun delapan langkah perizinan, yang merupakan hasil dari penyederhanaan, tersebut adalah Izin Lingkungan Setempat, Izin Rencana Umum Tata Ruang, Izin Pemanfaatan Lahan, Izin Prinsip, Izin Lokasi, Izin Badan Lingkungan Hidup, Izin Dampak Lalu Lintas, dan Izin Pengesahan Site Plan.

Selain disederhanakan, lama waktu pengurusan perizinan membangun rumah akan dipercepat.Draft Instruksi Presiden menyatakan, delapan jenis perizinan akan selesai dalam waktu 14 hari kerja untuk perumahan skala besar dan 9 hari kerja untuk perumahan skala kecil.

Sebelumnya, perizinan pembangunan hunian skala besar terdiri dari 42 jenis dengan masa penyelesaian 26 bulan, sedangkan perumahan skala kecil membutuhkan 26 jenis perizinan dengan waktu perampungan selama 16 bulan.

Syarif berharap, adanya kemudahan dan percepatan perizinan dapat meningkatkan investasi di bidang perumahan, sekaligus menggeliatkan suplai hunian murah bagi MBR. Pengembang sebagai pemasok juga dapat memangkas harga jual rumah karena adanya penghematan biaya perizinan.

Sedangkan di level pemerintah daerah, sudah ada beberapa kabupaten/kota yang mendukung Program Sejuta Rumah melalui pemangkasan perizinan pengembangan. Salah satunya adalah Pemerintah Kota Tangerang Selatan di Banten.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tanggung jawab penyelenggaraan penyediaan rumah menjadi tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Syarif pun mengimbau pemerintah daerah agar bertindak kooperatif membantu terealisasinya Program Sejuta Rumah melalui penyederhanaan perizinan dari segi biaya dan waktu.

Kedua, adalah meningkatkan pasokan lahan. Menurut Syarif, masalah utama dalam penyediaan rumah murah ialah keterbatasan lahan. Sebab, harga tanah selalu meninggi sehingga sulit membangun rumah murah layak huni.

Oleh karena itu, Kementerian PUPR menyiapkan dua skema pengadaan lahan. Pertama, melalui pembelian tanah oleh Perum Perumnas. Pemerintah sudah mengeluarkan peraturan baru sebagai landasan hukum perusahaan ini, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2015 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004.

Dalam payung hukum yang baru, Perumnas juga bertugas melakukan pembebasan lahan-lahan strategis untuk permukiman, sehingga harga tanah bisa dikendalikan hingga 20 tahun ke depan. Lahan tersebut akan digunakan sebagai pengembangan hunian murah layak huni yang dapat dipakai sewaktu-waktu.

Skema kedua adalah pemberian aset negara melalui Kementerian Keuangan kepada Kementerian PUPR, yang selanjutnya diserahkan kepada pengembang untuk membangun rumah bersubsidi.

Menurut Syarif, potensi aset tanah di bawah Kementerian Keuangan mencapai 360.000 hektare. Dengan adanya tanah gratis, diharapkan harga rumah tetap bisa dikontrol. Nantinya, status kepemilikan pembeli rumah murah adalah hak guna bangunan (HGB) di atas tanah hak pengelolaan lahan (HPL).

Selanjutnya, strategi ketiga adalah menyediakan bangunan murah. Menurut Syarif, pemerintah mempercepat penyediaan rumah layak huni yang saat ini dikembangkan Badan Penelitian Pengembangan Kementerian PUPR yaitu teknologi rumah instan sederhana sehat (RISHA). Selain memiliki struktur yang kuat dan tahan gempa, proses pengembangan RISHA yang relatif lebih cepat dan mudah dapat meminimalisasi biaya.

Sebagai contoh, satu unit rumah tipe 33 m² diperkirakan hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 47 juta di luar harga tanah. Pembangunan sudah menggunakan beton sehingga mengurangi pemakaian material kayu.

Meskipun demikian, belum banyak sumber daya manusia seperti para tukang maupun pengembang perumahan yang bisa menggunakan RISHA dalam proses pembangunan rumah secara massal. Untuk itu, Kementerian PUPR akan lebih menyosialisasikan teknologi tersebut kepada masyarakat luas.

Dengan sejumlah strategi yang dilancarkan, Syarif optimistis penyediaan rumah murah pada tahun depan akan semakin masif.

(dna/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads